Belanja Kendaraan Angkutan Barang,, Dinas Lingkungan Hidup *Di Pertanyakan*,,??

Simalungun.ILC | Dinas lingkungan hidup kabupaten Simalungun tahun 2024 mengangarkan pembelian kendaraan angkutan barang, metode pemilihan paket dilakukan secara E-purchasing (E-katalog) pembelian secara onlen, tidak main-main anggaran yang di kucuran untuk pembelian kendaraan angkutan barang tergolong besar Rp 2.200 miliar.

Sampai saat ini kadis lingkungan hidup H Daniel ,AP,M,si Silalahi Engan untuk di mintai keterangan awak media, terkait pembelian kendaraan angkutan barang yang mengunakan anggaran APBD Simalungun TA 2024. Awak media sudah mencoba menghubungi lewa pesan cat namun tidak ada balasan. Kamis 17/10/2024. Hal ini sangat di sayangkan

Bacaan Lainnya

Berdasarkan data LKPP, dalam 3 tahun
terakhir jumlah pengadaan barang/jasa yang menggunakan e-purchasing rata-rata 10% dari total pengadaan pemerintah. Pada 2019 ada 347.557 paket dengan
nilai transaksi Rp 69,2 Triliun, lalu 2020 ada 295.532 paket dengan nilai Rp 49,5
Triliun, kemudian di 2021 ada 228.207 paket dengan nilai transaksi sebesar Rp 49,7 triliun

Dengan semakin masifnya penggunaan e-purchasing dan belum adanya kajian
yang secara khusus memetakan kecurangan e-purchasing, maka penelitian ini menjadi relevan bagi pemerintah untuk membangun sistem atau kebijakan yang bisa mendeteksi kecurangan dalam e-purchasing.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 72 dijelaskan, pemilihan produk yang dicantumkan dalam katalog elektronik
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, pemilihan produk katalog elektronik dilakukan dengan metode tender dan negosiasi.

Artinya, K/L/PD dapat memilih produk yang akan dicantumkan dalam katalog elektronik selama produk tersebut lolos verifikasi yang dilakukan oleh tim verifikator LKPP, sampai saat ini sistem katalog elektronik baru mengakomodir pembelian melalui metode negosiasi harga dan mini kopetisi.

Lembaga pemerhati kebijakan publik (LHK), mengidentifikasi terdapat beberapa potensi kecurangan, pertama persekongkolan antara penyedia di katalog elektronik dengan PP/PPK untuk
pengaturan harga. Persekongkolan yang dimaksud adalah adanya komunikasi
yang dilakukan oleh PP/PPK – selaku pihak yang membuat paket di dalam
sistem katalog elektronik – dengan penyedia.

Kedua, PP/PPK saat memproses paket dengan fitur negosiasi, mereka tidak
melakukan negosiasi. hal ini akan meningkatnya anggaran belanja sehingga
berpotensi menimbulkan pemborosan terhadap keuangan negara.sistem katalog elektronik harga yang ditawarkan oleh penyedia merupakan harga termahal. apabila PP/PPK memproses paket dengan menggunakan fitur negosiasi, maka harga barang yang dibeli dapat ditekan hingga 30 persen, hingga saat ini sistem e-katalog hanya mengakomodir metode negosiasi
harga, sehingga negosiasi harga menjadi proses yang wajib dilakukan.

Ketiga, adanya potensi persekongkolan yang dilakukan oleh PP/PPK kepada
penyedia saat proses transaksi dengan modus “biaya klik”. Saat proses pemilihan barang, PP/PPK berwenang untuk memilih barang berdasarkan kebutuhan.
Agar barang dapat dibeli, maka PP/PPK meminta “biaya klik” kepada penyedia
atau penyedia memberikan suap kepada PP/PPK sebagai imbalan.

Modus tersebut terjadi saat kasus dugaan korupsi pengadaan komputer UNBK
tahun 2018 di Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Dalam kasus tersebut diketahui
bahwa penyedia diduga memberikan suap sebesar Rp60 juta kepada PPK agar
dapat memilih barang yang dijual oleh penyedia.

Dari hasil pemantauan terhadap potensi kecurangan dalam metode e-purchasing di Indonesia, LHK berpandangan

“Perubahan kebijakan dalam hal proses pencantuman komoditas dalam
e katalog mempermudah penyedia untuk memasukkan produknya, namun di sisi lain Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah memiliki tanggungjawab lebih besar ketika proses pembelian barang
di e katalog karena harus memastikan bahwa penyedia yang dipilih
memiliki kualifikasi dan melakukan negosiasi harga karena harga yang
tertera pada e katalog adalah Harga Eceran Tertinggi (HET).

Proses pembelian barang/jasa melalui e katalog elektronik tidak
memperlihatkan proses yang spesifik untuk mengecek kesesuaian
barang/jasa yang diterima dengan spesifikasi awal. Potensi kecurangan dalam metode e-purchasing bukan hanya dapat terjadi pada proses pembelian barang/jasa tapi juga pada saat proses
pencantuman barang/jasa ke dalam katalog elektronik.

Dari hasil kajian, LKPP harus segera mempublikasikan data transaksi e-purchasing pada setiap Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah, LKPP harus segera membuat satu kanal untuk publik agar dapat melakukan pemantauan terhadap proses verifikasi dan pencantuman suatu produk ke dalam katalog elektronik untuk menghindari
persekongkolan. perlu untuk memastikan bahwa proses verifikasi penyelesaian
paket juga dilengkapi dengan mekanisme pemeriksaan kesesuaian barang/jasa yang dikirimkan dengan spesifikasi di katalog elektronik. harus memastikan bahwa ruang komunikasi antara PP/PPK
dengan penyedia terekam dalam sistem sehingga potensi suap menyuap dapat terdeteksi.

Reporter Arif

banner banner

Pos terkait