Maluku, Indolensa – Kepolisian Daerah Maluku menggelar dialog tentang peran milenial dalam melawan ekspansi paham radikal di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan tersebut dilaksanakan di auditorium kantor RRI Ambon, Jumat (11/8/2023).
Dalam diskusi tersebut, sejumlah pembicara dihadirkan. Diantaranya Ketua Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku Dr. Abdullah Latuapo, Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKTP) Maluku Abdulah Rauf, Pimpinan Yayasan Baku Kele Maluku Rusli Amiluddin dan Kepala Satuan Tugas Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri Wilayah Maluku Kombes Pol I Wayan Sukarena.
Kombes Sukarena mengajak seluruh generasi milenial di Maluku untuk tidak takut terhadap Densus 88. Satuan tugas ini bukan sosok menyeramkan.
“Jadi adik-adik milenial yang ada di Maluku tidak perlu berfikir yang aneh-aneh tentang Densus 88 seperti sosok yang menyeramkan karena sebenarnya tugas Densus 88 Polri ini adalah tugas Kepolisian yang sama seperti Polisi lainnya. Cuma bidangnya ini pada pencegahan dan penindakan terhadap para pelaku atau kelompok terorisme saja,” jelasnya.
Ia mengatakan, para penyebar paham radikal selalu membawa narasi agama dan politik. “Untuk masyarakat Maluku harus cerdas dalam melihat hal ini dan jangan apatis sebab pencegahan paham radikal bukan saja tugasnya Kepolisian akan tapi semua lapisan masyarakat,” katanya.
Penyebaran paham ini di Maluku agak sulit diawasi karena tipologi daerah ini berciri kepulauan. Banyak jalur tikus yang digunakan. “Pengawasan memang agak sulit karena mereka lebih lincah dan cepat dari aparat keamanan, jika kita cegat di satu jalur maka mereka akan membuka jalur baru maka kami sangat berharap peran semuan lapisan masyarakat untuk mengantisipasi hal ini,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi penyebaran paham radikal, Kombes Sukarena mengaku pihaknya terus melakukan koordinasi dengan semua pihak seperti Ketua RT atau RW. Koordinasi dilakukan untuk mengawasi setiap orang baru yang masuk di wilayahnya.
“Kami juga telah meminta para tokoh masyarakat jika ada orang baru yang dianggap mencurigakan agar segera dilaporkan ke Bhabinkamtibmas yang ada di desanya dan selain itu juga kami juga telah memberikan sosialisasi tentang empat pilar kebangsaan untuk menguatkan ideologi masyarakat dalam pencegahan paham radikalisme,” sebutnya.
Kepada seluruh generasi milenial di Maluku, Kombes Sukarena juga mengajak untuk selalu bijak dalam menggunakan sosial media.
“Bagi adik-adik milenial yang ada di Maluku, salah satu jalur masuk paham radikalisme bisa juga melalui media sosial, dan pertemuan atau kajian-kajian agama yang disisipi paham radikalisme,” katanya.
Ia meminta generasi milenial agar segera menghindari ajakan-ajakan radikal melalui media sosial. Ini diharapkan agar tidak terpapar dengan doktrin-doktrin mereka yang ekstrim.
“Saya juga ingin tegaskan bahwa radikalisme itu tidak ada hubungannya dengan agama apapun, atau suku maupun ras. Di negara lainnya di dunia ada juga radikalisme yang terjadi dengan alasan dan komunikasi yang berbeda juga, olehnya itu kita harus cerdas dalam melihat persoalan ini dan kita harus bijak dalam penggunaan media sosial,” pintanya.
Senada dengan Kasatgaswil Densus 88, Ketua MUI Maluku Abdullah Latuapo juga mengakui kalau paham radikalisme sangat berbahaya dan sudah berada di depan mata. Ini harus menjadi perhatian bersama.
“Kami dari MUI Maluku dalam penanganan masalah radikalisme ini sudah bekerja sama dengan semua tokoh agama dan lembaga yang ada di Maluku,” katanya.
Paham-paham radikal dilarang Pemerintah. Beberapa kelompok diantaranya sudah dibubarkan seperti HTI. Kendati demikian, orang-orangnya masih tetap ada namun mereka mengganti nama organisasi.
“Olehnya itu kami selaku tokoh agama berharap adanya perhatian dan kerjasama dari semua pihak di Maluku dalam mencegah paham radikalisme masuk di daerah. Sebab mereka sesungguhnya memiliki pemahaman dan ideologi mereka berbeda dengan kita. Mereka ingin merubah dasar Negara seperti Pancasila dan UUD 1945,” tegasnya.
Latuapo menghimbau masyarakat agar selalu menjaga sinergitas dengan aparat keamanan dan pemerintah daerah dalam pencegahan paham radikalisme.
“Kepada generasi milenial Maluku kami juga meminta agar bersama-sama dengan aparat dan pemerintah daerah dalam menjaga dan mewujudkan Kamtibmas yang kondusif di Maluku ini, karena damai itu indah,” pintanya.
Sementara itu, Ketua FKPT Maluku Abdul Rauf, berharap agar masalah terorisme jangan hanya diserahkan kepada aparat kepolisian saja. Sebab jumlah Polisi dan masyarakat di Maluku jauh berbeda, ditambah wilayah ini merupakan Kepulauan.
“Harus ada kerjasama dan dukungan dari semua pihak dengan melakukan pencegahan dan menutup pintu-pintu tikus, maka mereka yang menyebarkan paham radikalisme ini bisa kita tekan dan kita hindari,” katanya.
Kepada generasi milenial, Rauf juga mengingatkan agar selalu melakukan penyaringan setiap informasi yang diterima sebelum disher ke medsos.
“Kami minta kepada para milenial Maluku apabila mendapat berita atau informasi agar di saring dahulu sebelum di shering informasinya ke media sosial yang berdampak pada terpaparnya orang lain oleh informasi yang kita sampaikan,” ajaknya.
Terkait dengan penyebab seseorang terpapar paham radikalisme, Rusli Amiluddin, Ketua Yayasan Bakukele yang juga merupakan mantan narapidana terorisme, karena kurangnya kesibukan yang positif.
“Jadi kurangnya kesibukan ini juga bisa menjadi salah satu penyebab seseorang mudah terpapar dengan paham radikalisme apalagi para milenial saat ini. Kami berharap adanya sinergitas dari semua pihak untuk bagaimana milenial di Maluku bisa disibukan dengan hal-hal yang positif seperti kami saat ini telah membangun warung baku kele yang untuk mengumpulkan para pemuda dan mantan napi terorisme untuk sama-sama duduk berkumpul dalam pembahasan hal-hal yang positif,” ungkapnya.
Pada beberapa waktu lalu, Rusli mengaku telah melakukan kegiatan yang sama di wilayah Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Kegiatan dilakukan dengan melibatkan pihak Kepolisian, TNI dan semua komponen masyarakat. Tujuannya sama yaitu untuk mencegah masuknya paham radikalisme.
“Kami dalam setiap dialog dan pertemuan selalu mengingatkan para milenial agar selalu dekat dengan aparat keamanan, sehingga jika terjadi permasalahan dapat segera berkoordinasi dengan Babinsa dan Bhabinkamtibmas di Desanya atau aparat keamanan terdekat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan apabila ada ajakan orang untuk ikut pengajian dan pertemuan yang dianggap mencurigakan agar dicek terlebih dahulu maksud dan tujuannya. Apabila dicurigakan, laporkan kepada aparat keamanan terdekat untuk ditindak lanjuti kemudian.
“Kami juga dalam setiap kegiatan Yayasan Baku Kele ini selalu melibatkan semua pihak baik itu dari Islam maupun yang dari kalangan Nasrani untuk berdialog dan saling bertukar pikiran untuk bagaimana bisa melakukan hal-hal yang positif untuk membangun persaudaraan di Maluku,” pungkasnya.