Ambon, Indolensa – Kebijakan Pemerintah Pusat terkait pengelolaan sumber daya kelautan menuai kritik keras dari DPRD Maluku. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Maluku, Swantje Jhon Laipeny, tampil dengan pernyataan berapi-api, mengecam aturan alih muat ikan di tengah laut yang dinilai secara langsung ‘memiskinkan’ Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku.
Laipeny menegaskan penolakan keras Fraksi Gerindra terhadap kebijakan yang dianggap merugikan dan tidak adil bagi masyarakat Maluku, meskipun Maluku telah menyatakan dukungan penuh terhadap program Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang dicanangkan pemerintah.
”Saya sebagai Ketua Fraksi Gerindra DPRD Maluku, jelas menentang aturan yang merugikan rakyat Maluku! Aturan ini membuat PAD kita ‘nyungsep’!” tegas Laipeny dengan semangat membara.
Menurut Laipeny, aturan yang mewajibkan proses bongkar muat ikan dilakukan di tengah laut (alih muat/transhipment) dan kemudian dibawa ke daerah lain adalah praktik yang sama saja ‘merampok’ potensi ekonomi dan PAD Maluku sebagai daerah penghasil ikan terbesar.
Ia menambahkan, dampak nyata dari kebijakan tersebut adalah matinya aktivitas di pelabuhan perikanan lokal. “Aturan transit di laut ini bikin PAD kita ‘nyungsep’! Pelabuhan Ambon, Kuali, Loha jadi sepi karena aturan menteri yang aneh ini,” gerutunya, merujuk pada sepinya aktivitas bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan utama Maluku.
Fraksi Gerindra Maluku mendesak Pemerintah Pusat untuk segera mengambil tindakan dan mencabut aturan yang mereka sebut sebagai aturan “cekik darah” tersebut.
Laipeny menekankan pentingnya otonomi dan kemandirian fiskal Maluku. “Maluku harus mandiri! Jangan biarkan aturan ini terus menggerogoti PAD kami!” tutupnya.
Pernyataan keras ini menjadi sinyal bahwa DPRD Maluku, melalui Fraksi Gerindra, akan terus ‘pasang badan’ melawan kebijakan pusat yang dinilai kontraproduktif terhadap pembangunan daerah. Akankah desakan ini didengar dan direspons oleh kementerian terkait? Perkembangan selanjutnya dari ‘gebrakan’ Fraksi Gerindra ini patut ditunggu.
