Ambon, Indolensa.Com – Polemik pemasangan tiga lapis pembatas kecepatan atau polisi tidur di ruas jalan nasional depan Markas Resimen Induk Kodam (Rindam) Suli, Kabupaten Maluku Tengah, akhirnya dijawab tegas oleh Danrindam XV/Pattimura Brigjen TNI Raden Agus Prasetyo Utomo, S.H., CGRA.
Ia menegaskan, kebijakan tersebut bukan tanpa alasan, melainkan langkah darurat demi keselamatan warga di kawasan yang telah lama dikenal sebagai “daerah laka” atau titik rawan kecelakaan.
Kepada wartawan, kamis(16/10/25) Brigjen TNI Raden Agus Prasetyo Utomo, S.H., CGRS membenarkan bahwa pemasangan pembatas kecepatan dilakukan sebagai respons atas serangkaian kecelakaan tragis yang kerap terjadi di depan Rindam.
“Pasti ada sebab dulu, baru ada tindakan seperti itu,” ujarnya, seraya menyebut bahwa pihaknya bahkan memiliki kontak para korban kecelakaan sebagai bukti nyata perlunya langkah pengamanan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa kecepatan tinggi kendaraan, terutama sepeda motor, menjadi penyebab utama kecelakaan di kawasan itu. Posisi jalan yang menurun dan lurus membuat banyak pengendara melaju tanpa kendali.
Danrindam mengungkapkan, area di depan Rindam merupakan kawasan dengan aktivitas tinggi karena terdapat tiga rumah ibadah, area olahraga, serta permukiman warga sipil dan anggota TNI.
Situasi menjadi semakin berisiko pada malam hari lantaran lampu penerangan jalan umum tidak berfungsi, membuat jarak pandang sangat terbatas.
“Daerah itu ramai, tapi gelap. Banyak yang ngebut. Kami sudah beberapa kali kehilangan anggota dan warga karena kecelakaan,” ujarnya dengan nada serius.
Terkait regulasi jalan nasional, Brigjen Agus menilai keselamatan warga harus diutamakan dibanding aturan teknis semata.
Rindam, lanjutnya, telah mencoba sejumlah alternatif sebelum pemasangan polisi tidur, termasuk pemasangan lampu penerangan dan tembok pembatas yang menggunakan dana internal Rindam. Namun upaya tersebut belum cukup mengurangi kecelakaan.
Menanggapi aturan Kementerian Perhubungan yang melarang pemasangan polisi tidur di jalan arteri dan kolektor, Danrindam mengakui adanya sisi negatif dari langkah tersebut.
Namun, menurutnya, aspek keselamatan jauh lebih penting daripada kepatuhan kaku terhadap aturan teknis.
“Kalau dibilang salah ya ada sisi negatifnya, tapi yang positifnya adalah keselamatan. Dan tiga lapis itu masih sopan banget,” ujarnya.
Brigjen Agus berharap masyarakat dan media memahami konteks kebijakan itu secara utuh. Ia menegaskan bahwa tujuan utama pemasangan pembatas adalah mencegah korban jiwa.
“Kami pasang pembatas ini demi keselamatan. Kami tidak mau ada lagi anggota atau anak-anak kami yang jadi korban di depan rumah sendiri karena kecepatan kendaraan yang tidak terkendali,” tandasnya.
Ia juga mengajak media untuk ikut berperan aktif dalam menyebarkan pesan keselamatan.
“Tolong juga like ke Rindam, bukan hanya share polemiknya,” ujarnya menutup pernyataan dengan senyum.
Pemasangan polisi tidur di depan Rindam Suli menandai dilema klasik antara aturan jalan nasional dan kebutuhan keselamatan lokal. Namun, langkah tegas Danrindam menegaskan satu hal: di atas segala regulasi, nyawa manusia tetap prioritas utama.
