Sebulan Usai Konflik Hitu–Hunuth, Sorotan Tertuju pada Penanganan Hukum

Ambon, Indokensa – Satu bulan pasca bentrokan antara warga Negeri Hitu dan Hunuth pada 19 Agustus 2025, proses hukum yang bergulir masih menjadi sorotan publik. Keluarga korban dari Hitu menilai penyelidikan kepolisian belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan, lantaran dinilai lebih menitikberatkan pada kasus pembakaran properti ketimbang insiden penikaman yang menewaskan seorang warga.

Hal ini disampaikan oleh MM, sepupu almarhum AP, korban tewas akibat luka tusuk dalam peristiwa tersebut. Dalam pertemuan dengan awak media di Negeri Hitu Lama, Jumat (19/9/2025), MM berharap penyelidikan dilakukan secara menyeluruh dan setara bagi semua pihak.

“Kami percaya pada polisi, tetapi berharap fokus penyelidikan tidak hanya pada pembakaran. Ada akar persoalan yang juga perlu diusut, terutama terkait penikaman,” ujarnya.

Ia juga meminta agar penegakan hukum diterapkan secara seimbang, termasuk jika ada pihak lain yang turut terlibat, demi terwujudnya rasa keadilan bagi seluruh masyarakat.

Pihak Hitu menegaskan bahwa aksi pembakaran yang terjadi bukanlah rencana terorganisir, melainkan luapan emosi saat situasi memanas.
“Kalau terorganisir, pasti semua rumah habis. Tapi faktanya tidak. Itu spontanitas murni karena emosi,” kata MM.

Di sisi lain, Kepala Pemerintah Negeri Hunuth Yondri V.H. Kappuw membenarkan bahwa bentrokan dipicu oleh emosi sesaat.
“Hubungan Hitu dan Hunuth sebenarnya baik sejak lama. Peristiwa ini terjadi karena emosi yang tidak terkendali,” ungkapnya.

Meski memahami pemicunya, masyarakat Hunuth tetap meminta agar proses hukum terhadap pelaku pembakaran dilanjutkan sebagai bagian dari penegakan hukum. Aspirasi tersebut juga telah disampaikan dalam pertemuan bersama DPRD Kota Ambon beberapa waktu lalu.

Kini, kedua belah pihak menunggu langkah tegas aparat kepolisian. Warga Hitu berharap penyelidikan berjalan transparan dan menyeluruh untuk mengakhiri stigma yang ada, sementara warga Hunuth menekankan pentingnya supremasi hukum sebagai jalan menuju rekonsiliasi.