Ambon, Indolensa – Ratusan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Abdul Muthalib Sangadji Ambon yang tergabung dalam Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) menggelar aksi unjuk rasa di Ambon, Rabu (3/9/2025). Aksi dimulai dari kampus menuju Kantor DPRD Provinsi Maluku, sebelum massa bergerak ke Mapolda Maluku.
Dalam orasi yang berlangsung sejak pukul 13.49 WIT, mahasiswa mendesak Presiden RI mencopot Kapolri, serta meminta Kapolda Maluku menyatakan sikap resmi terkait kasus tabrak ojol yang menyita perhatian publik. Tuntutan ini disebut sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada masyarakat.
Selain itu, massa juga mendesak Polda Maluku berkoordinasi dengan Mabes Polri untuk memastikan proses hukum berjalan transparan. Mereka menuntut DPR RI segera mengesahkan RUU Perampasan Aset, serta mendorong DPRD Provinsi Maluku mengeluarkan rekomendasi resmi ke pemerintah pusat.
Koordinator Lapangan, Nadif H. Pattimura, menegaskan aksi ini lahir dari keresahan mahasiswa terhadap arah reformasi hukum dan demokrasi. Menurutnya, terdapat lima isu krusial yang melatari aksi, yakni:
- Revisi UU Polri yang dinilai sarat kepentingan politik karena memperpanjang masa dinas jenderal hingga usia 65 tahun.
- RUU Perampasan Aset, yang dianggap problematis karena membuka peluang kriminalisasi dengan mekanisme penyitaan tanpa putusan pengadilan inkrah.
- RUU Masyarakat Adat yang belum disahkan, padahal menyangkut perlindungan hak-hak masyarakat adat.
- RUU Kepulauan, yang penting untuk daerah kepulauan seperti Maluku.
- Evaluasi kinerja Menteri Hukum dan HAM yang dinilai gagal menjawab persoalan hukum di Indonesia.
“Rakyat tidak butuh Polri yang kuat kuasa, tapi Polri yang transparan dan akuntabel,” tegas Nadif.
Selain isu nasional, mahasiswa juga mengangkat persoalan daerah. Mereka mendesak DPRD agar uji publik Ranperda dilakukan di kampus-kampus, sebagai pusat pemikiran kritis.
Tuntutan lain mencakup evaluasi kinerja sejumlah SKPD seperti Dinas Pendidikan, PU, Dispora, dan Kesehatan yang dinilai sering lalai, serta desakan agar Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku lebih fokus pada pembangunan dan penekanan angka pengangguran.
Tak hanya itu, mahasiswa meminta evaluasi terhadap Kepala BIN Daerah (Kabinda) Maluku yang dianggap gagal mendeteksi potensi konflik sosial sejak dini.
Aksi mahasiswa ini dikawal ketat oleh 244 personel gabungan TNI-Polri. Meski orasi berlangsung panas, suasana aksi tetap tertib hingga selesai.
Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun, langsung menemui massa aksi di depan gedung dewan. Ia menyampaikan apresiasi atas sikap kritis mahasiswa dan berjanji akan menindaklanjuti tuntutan sesuai kewenangan DPRD.
“Semua aspirasi yang berkaitan dengan DPRD akan kami tindaklanjuti. Terima kasih karena sudah menyampaikan dengan tertib dan damai,” ujar Watubun.
Sebelum membubarkan diri, mahasiswa menegaskan komitmen untuk terus mengawal tindak lanjut dari tuntutan tersebut. Mereka bahkan mengancam akan kembali turun dengan massa yang lebih besar jika aspirasi diabaikan.
“Ini bukan sekadar demo, tapi panggilan moral untuk menjaga demokrasi dan hak rakyat,” seru Nadif, disambut gemuruh tepuk tangan mahasiswa.
Aksi ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan masyarakat dan bangsa sekitar pukul 16.45 WIT.
