Kajati Maluku: Follow The Money & Follow The Asset, Jalan Baru Penegakan Hukum Modern

Ambon, Indolensa – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo, S.H., M.H., resmi membuka Seminar Ilmiah memperingati Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80 Tahun 2025. Dalam forum yang digelar di ruang Vlissingen, Balai Kota Ambon, Senin (25/8/2025), Kajati menekankan pentingnya paradigma baru penegakan hukum: bukan sekadar menghukum pelaku, tetapi juga mengembalikan aset hasil tindak pidana demi kepentingan negara dan rakyat.

Seminar bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam Penanganan Perkara Pidana” ini dihadiri jajaran Kejati Maluku, Ketua Pengadilan Tinggi Ambon, para hakim, perwakilan Oditurat dan Pengadilan Militer, bagian hukum Kodam XVI/Pattimura, akademisi, advokat, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pattimura, hingga insan pers.

Acara menghadirkan dua narasumber utama: Ketua Pengadilan Tinggi Maluku, Aroziduhu Waruhu, S.H., M.H., dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Dr. Iqbal Taufik, S.H., M.H.

Dalam laporannya, Ketua Panitia Yunardi, S.H., M.H. menjelaskan bahwa konsep DPA dengan pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money telah lama dipraktikkan di berbagai negara. Di Indonesia, konsep ini kini diakui dalam Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045 serta masuk dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP.

“DPA memungkinkan penegakan hukum tidak hanya menjerat pelaku, tetapi juga menelusuri, membekukan, menyita, hingga mengembalikan aset hasil tindak pidana,” jelas Yunardi.

Dalam sambutannya, Kajati Maluku Agoes Soenanto Prasetyo,S.H.,M.H. menegaskan bahwa pendekatan DPA adalah wujud transformasi hukum modern. “Keadilan tidak berhenti di ruang sidang, tetapi harus menyentuh ranah ekonomi, sosial, dan tata kelola korporasi,” ujar Agoes.

Ia menjelaskan, DPA bukan bentuk impunitas, melainkan mekanisme penundaan penuntutan dengan syarat: pengembalian kerugian negara, pembayaran denda, perbaikan tata kelola, serta komitmen mencegah pengulangan tindak pidana. Jika syarat dipenuhi, penuntutan dapat dihentikan; jika dilanggar, proses hukum tetap berlanjut.

“Melalui DPA, negara bisa memperoleh dua keuntungan sekaligus: pemulihan aset dan pencegahan kejahatan berulang tanpa harus mengorbankan kepastian hukum,” tegasnya.

Seminar ini juga meneguhkan sinergi antara kejaksaan, pengadilan, aparat militer, akademisi, advokat, hingga mahasiswa hukum. “Penegakan hukum adalah orkestrasi kolektif. Kejaksaan tidak bisa sendirian. Kita butuh akademisi untuk memberi pencerahan, advokat untuk kritik, mahasiswa untuk menjaga idealisme, media untuk mengawal transparansi, dan hakim untuk memastikan keadilan berjalan,” kata Kajati.

Dengan lebih dari 200 peserta hadir luring maupun daring, kegiatan ini menjadi momentum penting penegakan hukum yang berorientasi pada pemulihan aset. Kajati menutup sambutannya dengan ajakan: “Mari songsong masa depan hukum Indonesia yang lebih humanis, progresif, transparan, dan berpihak pada rakyat.”