JUT Renah Kemumu Disorot: Dugaan Borongan dan Tanpa PKTD

Merangin, Indo Lensa – Polemik penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2024 di Desa Renah Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, tajam dipersoalkan. Konfirmasi resmi telah dilayangkan kepada mantan Penjabat Antar Waktu (PAW) Kepala Desa yang sebelumnya juga menjabat sebagai Sekretaris Desa. Klarifikasi itu dilayangkan menyusul temuan lapangan pada kegiatan pembukaan Jalan Usaha Tani (JUT) yang diduga sarat penyimpangan.

Hasil investigasi memperlihatkan adanya indikasi pekerjaan dilakukan secara borongan dengan melibatkan pihak tertentu, bukan melalui swakelola bersama masyarakat sebagaimana diamanatkan regulasi. Lebih dari itu, mekanisme Padat Karya Tunai Desa (PKTD) sebagaimana diwajibkan dalam Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2021 terindikasi tidak berjalan. Padahal, PKTD dirancang untuk menyerap tenaga kerja lokal, meningkatkan pendapatan warga desa, sekaligus mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.

Bacaan Lainnya

Penggunaan alat berat berupa excavator dalam pengerjaan JUT juga menimbulkan pertanyaan serius. Sesuai Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, setiap belanja desa wajib dituangkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Jika pengadaan atau penyewaan alat berat itu tidak tercantum jelas dalam dokumen resmi, maka berpotensi melanggar aturan sekaligus menyalahi prinsip tata kelola keuangan desa.

Namun, yang lebih mengundang tanda tanya adalah respons yang diterima. Alih-alih jawaban resmi dari mantan PAW Kepala Desa selaku penanggung jawab, Indo Lensa justru menerima tanggapan dari seseorang yang mengaku sebagai pihak keluarga atau utusan. Pihak ini berdalih bahwa seluruh pekerjaan di Desa Renah Kemumu telah sesuai aturan. Kendati demikian, klaim tersebut tidak diikuti dengan jawaban rinci atas dugaan praktik borongan, pengabaian PKTD, maupun mekanisme penggunaan alat berat.

Sikap ini dinilai mencederai prinsip keterbukaan publik. Sebab, jika dugaan tersebut benar adanya, maka dapat menjerat pihak terkait pada persoalan hukum. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan tegas menyebutkan bahwa setiap penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan Dana Desa dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana. Bahkan, Pasal 3 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. 20 Tahun 2001 mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain ancaman pidana, Pasal 72 ayat (2) UU Desa juga menegaskan bahwa Dana Desa harus digunakan sepenuhnya untuk kepentingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Jika terbukti ada praktik borongan yang mengurangi partisipasi masyarakat dan mengabaikan prinsip PKTD, maka itu jelas bentuk pelanggaran serius terhadap regulasi yang berlaku.

Hingga berita ini diterbitkan, Indo Lensa masih menunggu klarifikasi resmi dari mantan PAW Kepala Desa Renah Kemumu. Tanpa jawaban langsung dari pihak yang bertanggung jawab, dugaan ini akan semakin menguat dan berpotensi menyeret persoalan ini ke ranah hukum.

(Red.)

Pos terkait