Jejak Tambang Seram Barat: Tiga Tongkang Berlayar di Bawah Komando Dodi Hermawan, Nama Jeqline Sahetapy Diluruskan

Piru, Indolensa — Sorotan publik terhadap dugaan praktik tambang ilegal di wilayah Seram Bagian Barat kembali menguat, menyusul munculnya temuan baru mengenai aktivitas pengangkutan hasil tambang pada 2021. Tiga unit kapal tongkang tercatat melakukan pengangkutan di wilayah tersebut di bawah kendali perusahaan yang saat itu dipimpin oleh Dodi Hermawan, menggantikan posisi Farida Ode Gau.

Sebelumnya, kasus ini ramai diperbincangkan dan menyeret sejumlah nama, termasuk Jeqline Sahetapy. Namun, hasil penelusuran sejumlah aktivis di lapangan menunjukkan bahwa Jeqline tidak memiliki keterlibatan dalam aktivitas pengangkutan tersebut.

“Nama Jeqline Sahetapy tidak terkait sama sekali dengan pengiriman tiga tongkang di tahun 2021. Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan yang dipimpin Dodi Hermawan. Ini perlu ditegaskan agar publik tidak tersesat oleh informasi yang tidak akurat,” ujar Rizki Rahman, Ketua Pergerakan Demokrasi Rakyat, kepada Kompas.id, Senin (4/8/2025).

Menurut Rizki, pelibatan nama-nama yang tidak relevan justru mengaburkan fokus utama dari persoalan yang lebih substansial: potensi pelanggaran dalam perizinan dan tata kelola tambang.

“Yang penting sekarang adalah mengungkap siapa yang mengambil keuntungan dari proses ini, dan mengapa bisa terjadi pembiaran hingga tiga kapal tongkang beroperasi tanpa pengawasan yang transparan,” ujarnya.

Sejumlah elemen masyarakat sipil kini mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin operasional pertambangan di kawasan Seram Bagian Barat, khususnya yang terbit dan aktif digunakan sepanjang tahun 2021. Mereka juga mendorong pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk tidak bersikap pasif terhadap indikasi pelanggaran hukum dan tata kelola yang terjadi.

“Kita tidak sedang bicara isu personal. Ini soal akuntabilitas publik dan tanggung jawab negara terhadap pengelolaan sumber daya alam,” tegas Rizki.

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan maupun otoritas pertambangan terkait temuan tersebut. Namun, desakan terhadap keterbukaan informasi dan investigasi lebih lanjut terus bergulir di ruang publik, seiring meningkatnya kekhawatiran akan praktik eksploitasi tanpa akuntabilitas yang membebani ekologi dan ekonomi daerah.