Kuasa Hukum Desak Evaluasi Penanganan Kasus KDRT oleh POM Lanud Pattimura

Ambon, Indolensa – Kuasa hukum WK, Bansa Hadi Sella, S.HI dan Sutrisno Hatapayo, S.HI, meminta Komandan Lanud Pattimura, Kolonel Pnb Jhonson Henrico Simatupang, M.Han., untuk mengevaluasi kinerja Polisi Militer (POM) Lanud Pattimura dalam menangani laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami klien mereka.

Permintaan ini muncul setelah Kepala Penerangan Lanud Pattimura Ambon, Sus Lulut Dwi Atmanto, menyatakan bahwa laporan WK tidak diproses karena tidak adanya saksi dan bukti visum.

Menurut Bansa Hadi Sella, alasan tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menghentikan proses hukum. “Korban telah mengalami kekerasan berulang kali dan memiliki bukti berupa luka memar. Tidak benar jika disebut tidak ada bukti, karena WK sudah berupaya melaporkan kasus ini hingga tiga kali, tetapi tidak mendapat respons yang memadai,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa aparat POM Lanud Pattimura seharusnya melakukan investigasi lebih lanjut, bukan mengabaikan laporan korban hanya karena alasan administratif. Bahkan, mereka mendapatkan informasi bahwa Pratu TLS, terlapor dalam kasus ini, sempat ditahan namun kemudian dilepaskan tanpa pemberitahuan kepada klien mereka.

Sementara itu, Sutrisno Hatapayo menilai bahwa POM Lanud Pattimura tidak menangani laporan dengan baik, termasuk tidak mengeluarkan surat pengantar visum bagi korban. “Tanpa surat ini, korban kesulitan mendapatkan visum dari rumah sakit militer, sehingga laporannya dianggap kurang bukti oleh POM sendiri,” jelasnya.

Kuasa hukum menekankan bahwa jika visum membuktikan adanya kekerasan, maka POM wajib meneruskan kasus ini ke Oditurat Militer untuk diproses sesuai hukum yang berlaku bagi anggota TNI.

Mereka juga menyoroti kabar pemindahan tugas Pratu TLS ke Jakarta meskipun masih memiliki persoalan hukum yang belum terselesaikan. Langkah ini dinilai dapat mengaburkan kasus dan semakin merugikan korban.

“Kami meminta Komandan Lanud Pattimura untuk turun tangan langsung mengevaluasi kinerja POM Lanud Pattimura. Jika benar ada unsur pembiaran, maka ini bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum bagi korban KDRT yang melibatkan anggota TNI,” tandas Bansa Hadi Sella.

Lebih lanjut, pihak kuasa hukum berencana mengajukan laporan ke Komnas Perempuan dan lembaga berwenang lainnya agar kasus ini mendapatkan perhatian serius.

“Kami berharap ada penegakan hukum yang adil bagi WK. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindak lanjut dari pihak Lanud Pattimura, kami siap membawa kasus ini ke ranah hukum yang lebih tinggi,” tegasnya.

Ia juga mengajak organisasi kepemudaan (OKP), organisasi masyarakat (Ormas), LSM, serta aktivis untuk turut mengawal kasus ini.

“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” pungkasnya.