Sibisa-ILC. (23/9/2024). Sekelompok Kecil Marga Sirait yang mengatasnamakan Perkumpulan Marga Sirait Sedunia, melaksanakan peletakkan Batu Pertama Pendirian Ruma Parsaktian di Desa Parsaoran Sibisa, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Sumatera Utara. Peletakkan batu pertama tersebut diwarnai penolakan dari para ahli waris Daustin Butarbutar/Marisi br Gultom, oleh karena tanah tersebut merupakan obyek sengketa dalam Perkara Perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Nomor Perkara : 127/Pdt.G/2019/PN Balige yang didaftarkan pada tanggal 02 Desember 2019, Gugatan tersebut ditujukan terhadap Tergugat Op. Maniur br Manurung dkk yang mengaku-ngaku sebagai pemilik obyek sengketa, serta Agus Nadapdap sebagai Kepala Desa Parsaoran Sibisa dkk yang dalam Gugatan ditarik sebagai Turut Tergugat, karena menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) Nomor : 219/DPS/VIII/2019 tanggal 07 Agustus tahun 2019 atas nama Afdol Karim Butarbutar yang merupakan cucu dari Op. Maniur br Manurung dan dalam gugatan PMH ditarik sebagai Tergugat -III.
Pendirian Ruma Parsaktian Sirait di Desa Parsaoran Sibisa juga diwarnai aksi penolakan dari Persadaan Raja Toga Butarbutar dohot Boruna Se-Indonesia (Partobuna) karena berdasarkan sejarah, obyek sengketa tersebut dulunya merupakan parbiusan Marga Butarbutar, terbukti dengan letak makam-makam leluhur Butarbutar umumnya ada di sekitar lokasi obyek sengketa, dan di lokasi juga berdiri Bangunan Ruma Parsaktian Marga Butarbutar.
Sesuai keterangan dari AKBP (Purn) Budiman Butarbutar, SH, MH, sebagai Ketua DPD Partobuna Kota Medan, di atas tanah berdirinya Ruma Parsaktian Marga Butarbutar yang diresmikan pada tahun 2013 diberikan dan/atau dihibahkan oleh Daustin Butarbutar seorang Putra Daerah Desa Parsaoran Sibisa yang merupakan orang tua para Penggugat dalam Perkara : 127/Pdt.G/2019/PN Balige.
Hasil informasi yang dikumpulkan dari berbagai pihak, menunjukkan bahwa, secara historis, Desa Sibisa terdiri dari Desa Parsaoran dan Desa Pardamean merupakan asal usul Keturunan Nairasaon yang terdiri dari Turunan Raja Mangarerak yaitu Marga Manurung, dan Raja Mangatur yang melahirkan Marga Sitorus, Sirait dan Butarbutar, dan dalam perkembangannya sudah ada batas-batas pembagian Lokasi Parbiusan Nairasaoan tersebut, yaitu Desa Pardamean Sibisa menjadi Parbiusan/Parhutaan Sirait dan Manurung, yaitu di Lumban Siahaan untuk Marga Sirait dan Lumban Gambiri untuk Marga Manurung, sedangkan Desa Parsaoran Sibisa menjadi Parbiusan/Pahutaan Sitorus dan Butarbutar, yaitu Lumban Lobu untuk Marga Sitorus dan Butarbutar di Lumban Butarbutar.
Pada saat konferensi pers yang digelar pada Hari Sabtu tanggal 21 September 2024 di Medan, para ahli waris Daustin Butarbutar/Marisi br Gultom menyatakan, bahwa di atas tanah Pembangunan Rumah yang disebut sebagai Ruma Parsaktian Sirait se-dunia di Desa Parsaoran Sibisa, harus dihentikan karena cacat hukum dan atau pun cacat prosedur sehingga semua perbuatan hukum terhadap obyek perkara dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran hukum. Penolakan dan keberatan atas pembangunan tersebut sudah diajukan secara tertulis kepada Ketua Panitia Pelaksana Pembangunan Ruma Parsaktian dengan Nomor : 008/LBH-SGB/A.08/2024 pada tanggal 22 Agustus 2024 melalui Kantor “Lembaga Bantuan Hukum (LBH) SAHABAT GARUDA BERHIMPUN” selaku Kuasa Hukum ahli waris dari alm.Daustin Butarbutar dan alm.Marisi Gultom. Para ahli waris meminta supaya kelompok yang menamakan dirinya Perkumpulan Marga Sirait Sedunia menghentikan pembangunan Pendirian Rumah Parsaktian Sirait di Desa Parsaoran Sibisa agar tidak menimbulkan perpecahan di antara semua Keturunan Nairasaon karena pembangunan ruma parsaktian Sirait didirikan di obyek sengketa dan di tanah yang bukan Parbiusan Sirait, sehingga dapat merusak nilai-nilai kekeluargaan/persaudaraan serta nilai magis-religius yang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat hukum adat Batak Toba di Desa Parsaoran Sibisa, hanya karena kepentingan pribadi/kelompok tertentu yang menyebut dirinya sebagai Keturunan Raja Nairasaon.
Hal senada juga disampaikan oleh Kosman Samosir, SH, M.Hum, Akademisi sekaligus sebagai Praktisi Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas, “bahwa pengalihan hak atas tanah yang merupakan obyek perkara adalah batal demi hukum karena kausanya tidak halal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997”, tegasnya.
Oleh karena itu, dimohonkan kepada Unsur Forkopimda Toba dan Forkopimcam Ajibata, supaya menertibkan kembali pembangunan ruma parsaktian Marga Sirait, sehingga tidak merusak sejarah lahirnya Keturunan Marga Nairasaon di Desa Sibisa serta melakukan tindakan tegas kepada kelompok yang ingin meniadakan sejarah tersebut, karena sesuai dengan Pasal 18 E UUD Negara Republik Indonesia, Negara masih mengakui nilai-nilai tradisional masyarakat adat sebagai hak konstitusional yang harus dilindungi oleh negara.
Sumber : Redaksi