Indolensa.com | Jakarta – Awal Azhari, seorang tokoh yang dikenal sebagai pengurus Lembaga Panrita Bhinneka Bersatu (LPBB) bidang perlindungan tenaga kerja wilayah Sulawesi Selatan, kembali menjadi sorotan publik. Dalam sebuah wawancara pada hari Rabu, Awal mengungkapkan kesiapan dirinya dan pengurus Srikandi untuk menghadapi sidang Mahkamah Organisasi LPBB.
Hal ini terkait dengan langkah pendampingan yang dilakukan oleh LPBB terhadap seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Bulukumba yang ditangkap di Polres Nunukan.
Kasus ini bermula pada Rabu, 17 Juli 2024, ketika seorang TKI wanita yang berasal dari Bulukumba, Sulawesi Selatan, ditangkap di pos pemeriksaan X-Ray Bea Cukai Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara. Wanita tersebut diduga membawa narkotika dari Malaysia menuju Indonesia. Penangkapan ini kemudian menjadi perhatian khusus LPBB, terutama setelah adanya laporan dari keluarga TKI tersebut yang menuding adanya diskriminasi dan dugaan intimidasi oleh oknum polisi di Nunukan.
Dalam keterangannya, Awal Azhari mengungkapkan bahwa ia memegang SK sementara sebagai pengurus bidang perlindungan tenaga kerja wilayah Sulawesi Selatan, yang dipercaya untuk mendampingi kasus ini. Awal merasa perlu menyoroti adanya kesalahan administrasi dalam berita acara penangkapan yang dibuat oleh pihak kepolisian, yang menurutnya berpotensi mencederai hak-hak TKI tersebut.
Ia menegaskan bahwa administrasi yang tidak jelas dapat memicu ketidakadilan dan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak memahami proses hukum.
“Kesalahan administrasi bisa mencederai orang awam, apalagi jika terjadi kekeliruan dalam pengungkapan data, yang dapat memicu kemarahan dan berdampak pada dikenakannya UU ITE,” ujar Awal.
Awal juga menjelaskan bahwa setelah pernyataan Sekjend LPBB pada 3 Agustus 2024 terkait berat narkotika yang disita, ia bersama pengurus Srikandi LPBB mengadakan rapat melalui Zoom. Dalam rapat tersebut, Awal dan tim Srikandi mendukung pernyataan Sekjend yang menyoroti administrasi kepolisian yang diberikan kepada keluarga TKI tersebut. Ia menekankan bahwa pengawalan ini bukan hanya soal berat barang bukti narkotika, tetapi juga terkait dugaan diskriminasi oleh oknum polisi terhadap TKI yang diduga sebagai tersangka.
Menghadapi situasi ini, Awal mengajukan permohonan agar dirinya dan pengurus Srikandi disidangkan oleh Mahkamah Organisasi LPBB sesuai anggaran dasar dan peraturan organisasi. Menurutnya, hal ini penting dilakukan untuk menegaskan posisi mereka yang bekerja sesuai prosedur dan mempertimbangkan berkas pendukung yang ada. Awal juga menekankan bahwa komunikasi internal telah dilakukan melalui WhatsApp dan Zoom, dan miskomunikasi yang terjadi di antara pengurus hanyalah kesalahpahaman.
“Jika sidang Mahkamah Lembaga akan dilakukan, saya rasa hal itu bisa dilakukan setelah kasus TKI yang ditahan ini selesai. Perkara ini membutuhkan perhatian khusus,” tutup Awal Azhari, menegaskan komitmen LPBB untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya peran organisasi seperti LPBB dalam memberikan pendampingan hukum kepada warga negara Indonesia di luar negeri, terutama bagi mereka yang menghadapi masalah serius seperti kasus narkotika. LPBB berharap bahwa dengan pengawalan yang ketat, kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan, serta memberikan pelajaran penting bagi pihak-pihak terkait dalam menangani kasus serupa di masa depan.