Ambon, Indolensa – Masyarakat yang bermukim di seputaran Kompleks Museum Siwalima Maluku, kawasan Taman Makmur, kini dibuat resah dengan kebijakan sepihak yang diambil KTU Museum Siwalima, Mevie Mailoa, yang secara pengambil alihan kewenangan Kepala Museum, menutup pintu keluar Museum Siwalima yang selama ini juga digunakan warga untuk akses jalan.
Pasalnya, selama ini jarak tempuh warga maupun murid sekolah yang tinggal di sekitar kompleks itu menggunakan akses jalan melalui pintu keluar Museum yang hanya sekitar 20 meter ke tempat putar mobil Angkot, kini harus menempuh perjalanan panjang ratusan meter melintasi areal Museum menuju pintu masuk kemudian menuju tempat putar mobil angkot.
Hal ini tentu sangat dirasa berat oleh warga, lebih khusus murid sekolah yang butuh waktu cepat untuk harus sampai di sekolah. Kepada wartawan ketika di hubungi lewat saluran telepon seluler, Ketua RT setempat, Tomi membenarkan keresahan warga di sekitar Museum.
Bahkan menurutnya, sebagai Ketua RT setempat dirinya sudah melayangkan surat resmi kepada Kepala Museum untuk meninjau kembali kebijakan menutup pintu keluar Museum yang selama ini juga digunakan warga sebagai akses jalan terdekat.
“Iya sebagai Ketua RT, saya sudah menindaklanjuti keluhan warga saya dengan melayangkan surat resmi kepada Kepala Museum untuk meninjau ulang kebijakan menutup pintu keluar Museum yang selama ini dipakai warga sebagai akses jalan terdekat,” ungkap Tomi.
Kepala Museum Siwalima, Darwin Lawalata yang dihubungi wartawan terkait persoalan itu menyampaikan, bukan dirinya yang membuat keputusan menutup pintu keluar itu.
“Keputusan menutup pintu keluar Museum itu adalah keputusan Kepala KTU jadi silahkan dikonfirmasi langsung dengan beliau,” kata Lawalata melalui sambungan telepon, Kamis 21 Maret 2024.
Sementara itu, Kepala Tata Usaha (KTU) Museum Siwalima Maluku, Mevie Mailoa yang ditemui wartawan di ruang kerjanya mengaku kalau keputusan atau kebijakan menutup akses pintu keluar Museum Siwalima adalah hal yang harus dilakukan.
“Iya keputusan menutup akses pintu keluar Museum itu harus dilakukan berdasarkan aspek keamanan koleksi barang-barang museum. Dan sebagai bagian dari lokasi cagar budaya, keputusan itu juga didasarkan pada undang undang perlindungan cagar budaya dan benda purbakala, sehingga hal itu bukan suatu pelanggaran,” ungkap Mailoa.
Menurutnya, persoalan ini pertama kali di komplen oleh pihak TNI, karena lokasi Museum ini sering digunakan oleh TNI sebagai jalur lintas mereka saat latihan dan olahraga.
“Persoalan ini pertama di komplen oleh TNI, namun kami tetap berpegang teguh pada keputusan menutup akses pintu keluar mengingat lokasi ini sepenuhnya milik pemerintah provinsi Maluku bukan milik TNI. Saat itu mereka mengancam mau melaporkan ke Pangdam dan saya katakan silahkan saja, saysa juga akan melaporkan hal ini kepada Gubernur, karena kita sama sama punya pimpinan,” kata Mevie.
Akhirnya kita sepakat, kalau ada pasukan yang akan menggunakan jalur akses dalam kompleks Museum maka akan diberitahukan terlebih dahulu sehingga pintu keluar bisa dibuka, tapi setelah itu ditutup lagi, ucapnya.
“Jadi akses pintu keluar ini akan tetap kita tutup, bisa dibuka apabila ada kegiatan besar yang dilakukan di kompleks Museum yang melibatkan banyak tamu.
Terkait keluhan warga, kami juga ingin menyampaikan bahwa warga yang bermukim di sekitar kompleks Museum ini kadang tidak tahu aturan dan seenaknya.
Kadang-kadang ada yang lompat pagar, ada yang bermain bola di ruas jalan dalam kompleks Museum, ada juga yang berpakaian tidak wajar dan seenaknya lalu lalang di sini sampai binatang peliharaan merek juga dibiarkan berkeliaran. Hal ini tentu sangat mengganggu kenyamanan pengunjung yang datang,” jelas KTU.
Jadi sekali lagi saya tegaskan keputusan menutup akses pintu keluar sudah sangat tepat, tandas Mailoa. Kebijakan dan keputusan yang diambil oleh KTU dalam rangka menjaga keamanan situs dan benda purbakala serta kenyamanan pengunjung Museum Siwalima jelas tidak melanggar.
Namun dari sisi kewenangan tentu hal ini tidak sesuai tupoksi dan joob discreption jabatan seorang KTU secara organisasi pemerintahan. Keputusan itu sepantasnya dibuat oleh seorang pimpinan dalam hal ini Kepala Museum, bukan KTU.
Disinyalir, Kepala Museum yang dijabat Darwin Lawalata hanya “Boneka” Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku semata.
Bahkan, sikap melangkahi kewenangan Kepala Museum oleh Mailoa sebagai KTU disinyalir karena kedekatan Mailoa dengan Kepala Dinas Pendidikan.
Disisi lain, Mailoa menganggap dirinya pantas membuat keputusan mengingat Ayahnya adalah pendiri Museum Siwalima sebagaimana yang di sampaikan kepada wartawan.