Maluku, Indolensa – Kepolisian Daerah Maluku terus melaksanakan kegiatan pencegahan penyebaran paham radikalisme dan anti pancasila, khususnya di wilayah Maluku.
Kegiatan pencegahan yang digelar kali ini yaitu dengan mengajak diskusi sejumlah Perwakilan Mahasiswa dan Pelajar se-Kota Ambon dan instansi terkait dalam acara Dialog Publik di aula kantor RRI Ambon, Kamis (7/9/2023).
Sejumlah narasumber dihadirkan seperti dari MUI Maluku, FKPT Maluku, Densus 88 Wilayah Maluku, OKP Cipayung Plus Maluku, hingga Ketua Yayasan Merah Putih, dengan para peserta diskusi dari perwakilan mahasiswa dan Pelajar SMA se-Kota Ambon.
Ketua MUI Maluku Dr. Abdullah Latuapo, menyampaikan perlunya penyuluhan dan sosialisasi yang berkesinambungan terus dilakukan di tengah-tengah masyarakat tentang bahaya paham radikal dan anti pancasila.
Sosialisasi dan penyuluhan harus terus menerus disampaikan agar masyarakat, khususnya generasi muda jangan sampai terpapar. “Kita semua punya tanggungjawab bersama untuk generasi muda kita. Mereka adalah penerus bangsa ini. Mereka harus terhindar dari hal-hal yang negatif,” harapnya.
Bangsa Indonesia, lanjut Latuapo, telah merdeka sejak 78 tahun silam. Kemerdekaan yang diraih tidak begitu saja atau tak diberikan secara cuma-cuma. Kemerdekaan direbut dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu hebat dari para Pahlawan, orang-orang tua kita terdahulu. “Oleh karena itu mari kita jaga keutuhan bangsa kita ini dan menjaga Pancasila,” ajak dia.
Latuapo mengaku para tokoh agama khususnya di Maluku sangat berharap agar generasi muda jangan sampai terpapar dengan pemahaman dan pemikiran radikal. Paham ini hanya mengedepankan kekerasan. “Sudah waktunya kita menyelamatkan generasi kita dari pengaruh kelompok radikal dan kami para tokoh agama selalu bersatupadu untuk selalu turun ke daerah memberikan pembinaan kepada masyarakat terkhusus generasi muda,” jelasnya.
Pemahaman yang gencar disampaikan kepada masyarakat, kata Latuapo, terkait pentingnya hidup bersama dalam hubungan interaksi sosial, komunikasi antara sesama manusia tanpa pandang bulu. “Karena yang kita utamakan adalah kemanusiaan sebagai mana kata Mantan Presiden kita Pak Gusdur, yang mana perbaiki hubungan kemanusiaanmu dulu, baru ketuhananmu. Karena kemanusiaan yang kita bina dengan baik maka sesungguhnya didalamnya juga terdapat ketuhan,” jelasnya.
Kepada orang-orang yang ingin membentuk negara sendiri, agar jangan melakukan tindakan yang dapat berujung pada penegakan hukum oleh pemerintah.
“Indonesia ini negara besar dan kuat yang memiliki peralatan keamanan hebat maka jangan coba-coba karena pasti akan berhadapan dengan aparat keamanan,” tegasnya.
Kepada generasi muda, Kasatgas Wilayah Maluku Densus 88 Anti Teror Polri, Kombes Pol I Wayan Sukarena, menghimbau untuk lebih berhati-hati agar tidak terpapar paham radikalisme.
“Di era saat ini ada satu isu yang sangat serius yaitu radikalisme dan anti pancasila. Mereka ini merupakan orang-orang yang tidak mengakui NKRI. Dan ini bukan saja terjadi di Maluku tapi juga di wilayah lain di Indonesia,” ungkapnya.
Wayan mengatakan pemahaman radikalisme dan terorisme tidak bisa dipisahkan dari moderasi beragama dan sikap intoleransi.
Menurutnya, semua agama ada di Maluku. Orang beragama telah menganggap bahwa keyakinannya itu adalah yang terbaik. Olehnya itu, jangan sampai terbersit dalam pikiran kalau agama yang diyakini adalah yang paling terbaik dari agama lainnya. “Karena pemikiran itu merupakan pintu masuk pemahaman radikalisme yang berujung pada perilaku anti pancasila dan terorisme,” ingatnya.
Ia menjelaskan, munculnya paham radikalisme di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari faktor global, faktor domestik maupun faktor lainnya di wilayah yang dapat berdampak kepada bangsa Indonesia. “Seperti konflik di Timur Tengah, kemudian ada juga seruan jihad dari kelompok radikal yang meminta aksi balas dendam dan serangan ini juga sangat berpengaruh terhadap kelompok radikal yang ada di Indonesia, misalnya juga kejadian di Filipina di mana satu kawasan dikuasai oleh salah satu kelompok Abu Sayap, ini juga memicu adrenalin dari kelompok radikal yang ada di Indonesia,” ungkap I Wayan Sukarena.
Menurut Ketua FKPT Maluku, Dr. Abdul Rauf, paham radikalisme maupun teroris muncul bukan secara tiba-tiba. Ini merupakan akumulasi yang di latar belakangi oleh berbagai faktor baik internasional, global dan regional. Olehnya itu, pencegahan terorisme harus lebih berorientasi pada memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hal apa dan bagaimana penyebab lahirnya paham ini.
Ia mengaku, perkembangan media akhir-akhir ini juga mungkin sangat menghawatirkan. Ada sekitar 2000 media cetak namun yang terverifikasi hanya kurang lebih 320 yang tidak terdaftar. Begitu pula media Cybeer saat ini ada 43.300, namun yang terverifikasi cuma 2800. “Sehingga bisa kita bayangkan di ujung jari kita saja ini bisa tersebar ke mana-mana suatu informasi, apalagi kemudian juga radio kita saat ini sekitar 670 sekian, lalu media televisi juga sekitar 600 lebih, dan saat ini semuanya berkembang dengan baik,” katanya.
Fenomena tersebut, lanjut Rauf, juga sangat mempengaruhi masyarakat. Karena menurutnya, para penyebar paham radikal selalu menggunakan media untuk menyebarkan paham mereka.
“Jadi semalas apapun seseorang dalam agamanya, jika agamanya disinggung pasti dia bangkit. Itu karena dia berada di atas dimensi rasional manusia. Seorang mahasiswa ataupun terpelajar yang didahulukan itu bukan ilmunya tapi adabnya. Beradablah anda lebih dahulu kemudian anda berilmu, karena ilmu tidak ada gunanya tanpa adab. Anda boleh saja melayang-layang di langit tapi anda tidak punya adab, anda tidak punya harga. Jadi bagaimana kita beradab menghadapi perbedaan agama, bagaimana kita bijak dan saling menghargai maka di situlah kedamaian akan tercipta,” jelasnya.
Mewakili OKP Cipayung, Abd Qhalik Lapulelo, Sekretaris HMI Maluku, mengaku untuk mencegah penyebaran pemahaman radikal tersebut pihaknya telah banyak bekerjasama dengan Polda Maluku dalam menjaga Kamtibmas yang kondusif.
“Kami dari OKP Cipayung Plus sudah melakukan beberapa kegiatan bersama Bapak Kapolda Maluku dan terakhir kita melakukan diskusi bertukar pikiran sebab saat ini di Maluku biasa terjadi konflik horizontal,” katanya.
Cipayung plus juga telah berkomitmen untuk bersama-sama menjaga perdamaian di Maluku. “Kita juga telah memberikan kontribusi positif kepada Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Maluku,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Maluku Merah Putih, Bakti Utomo,atau lebih akrab di sapa Ayah Tomo oleh sesama rekan mantan Napiter, yang juga pernah terlibat dalam aksi terorisme, dan kini telah menjadi warga Binaan Densus 88 AT Polri, menceritakan bagaimana awalnya dia direkrut sehingga terjerumus dalam aksi terorisme yang sangat berdampak bukan saja bagi dirinya namun bagi seluruh keluarga bahkan anak-anaknyapun merasakan akibat dari keterlibatannya, dia mengaku bahwa hukuman yang dia terima di dalam penjara tidak berdampak besar baginya dan keluarga bila dibandingkan dengan sanksi sosial yang mereka terima, sehingga dia menghimbau agar generasi muda saat ini jangan coba-coba untuk menjerumuskan diri dalam kegiatan-kegiatan Radikalisme dan anti Pancasila dia juga mengaku saat ini sangat mendukung dan bersama-sama Kepolisian dalam mencegah paham radikalisme dan anti Pancasila di wilayah Maluku.
“Saya mau cerita apa yang sudah saya alami dahulu itu menjadi pengalaman berharga tapi biarlah itu menjadi pengalaman saya. Olehnya itu saya mau katakan kepada semua agar apa yang saya lakukan dahulu jangan diikuti. Sebab apa yang saya lakukan menghancurkan kehidupan saya terutama untuk keluarga saya,” ajaknya.
Utomo juga mengajak semua pihak untuk mendukung aparat dalam memberantas aksi terorisme di tanah air. “Dulu itu saya menganggap polisi musuh saya. Namun setelah saya ditangkap dan penjara kemudian saya dibina oleh tim Densus 88. Saya sadar dan paham kalau ternyata polisi bukan musuh malah mereka lakukan untuk keamanan. Mereka kini sahabat saya yang paling baik,” tandasnya