Membaca Perempuan sebagai Titik Peradaban

Oleh Putri Malini, Praktisi Sekolah Kita Menulis (SKM)

Dalam hal perwakilan sebagaimana yang kita ketahui di sistem rebublik kita perempuan diberikan kedudukan yang sama dengan laki-laki, dalam hal keperwakilan pula telah diatur sekurang-kurangnya 30 % harus diisi oleh kaum perempuan bahkan bisa lebih dari itu. Namun apakah hal ini sudah terealisasikan sebagai mana yang kita lihat dinegara kita tercinta ini ?

Di Negara Indonesia kita yang tercinta ini telah lama mengesahkan Undang-Undang (UU) No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan. Di dalamnya, mengatur mengenai Perwujudan Kesamaan Kedudukan (non diskriminasi), jaminan persamaan hak memilih dan dipilih, jaminan partisipasi dalam perumusan kebijakan, kesempatan menempati posisi jabatan birokrasi, dan jaminan partisipasi dalam organisasi sosial politik.

Bacaan Lainnya

Namun, peningkatan keterwakilan perempuan terjadi setelah berlakunya perubahan Undaang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pasal 28 H ayat (2 ) yang menyatakan “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

Tetapi yang menjadi sorotan kita adalah bagaimana kesadaran ini di ketahui oleh kaum perempuan karena hak-hak yang ada bukan atas dasar diberikan melainkan adalah hak yang memang dimiliki sejak ia dilahirkan sebagai manusia.

Perempuan dengan populasi saat ini menurut bank dunia sejumlah 3,95 miliar jiwa atau 49,68% dari penduduk dunia, hal ini menunjukkan bahwa perempuan didunia mengisi setidaknya hampir setengah dari jumlah penduduk didunia dari berbagai umur dan kalangan. Para ibu anak dan saudara yang ada disekitar kita.

Pada masa jahiliah dan penjajahan perempuan sering dianggap sebagai kaum manusia yang lemah sehinggak keberadaannya tidaklah lebih dari sekedar pelengkap, menjadi pendamping dan haram berada disekitar ranah kepemimpinan, perempuan yang dianggap hanya bisa menguasai kasur dapur dan sumur.

Baik sekarang dinegara yang telah merdeka ini pun para perempuan banyak yang dihadapkan dengan keadaan yang tidak dapat memilih dan dipilih, karena banyak dari para perempuan yang bahkan tidak tau akan hak dan kewajiban yang mestinya didapat sebagai manusia yang merdeka yang hidup dimuka bumi atau dalam suatu keadaan, perempuan banyak dianggap sebagai hal yang menyusahkan sehingga tidak mendapat kesempatan yang setara. Dan tak jarang pula perempuan dimanipulasi agar menjadi pemenuhan yang dianggap kurang dan tak lebih dari itu.

Perempuan-perempuan yang ada dimasa kini dengan problem yang semakin kompleks dan beragam mulai dari ekonomi, sosial bahkan masalah mental yang kian ditekan oleh keadaan namun tetap dipaksa untuk terus hidup sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perempuan-perempuan yang masih harus terus berusaha bahkan tertatih pun bukan menjadi penghalang untuk mendapatkan keadilan yang kian sulit untuk digapai.

Banyak pula dari kaum wanita yang terus menyuarakan kesetaran yang menyangkut dengan keadilan dan kemakmuran, yang sampai saat ini masih belum menghasilkan yang sesuai dan masih harus terus diperjuangkan. Namun acap kali kesetaraan yang disuarakan belum menemuai titik yang sesuai karena banyak dari kaum perempuan yang masih buta akan hak dan kewajiban yang semestinya dimiliki, hal ini menjadi soal tersendiri bagi para kaum perempuan.

Belum lagi dengan keadaan yang dimana para perempuan di kotak-kotakkan oleh masyarakat dan dipisah-pisah dengan lebel dan sekat-sekat yang disematkan kepada para perempan yang meraka anggap memiliki kelas yang berbeda-beda.

Belum lagi kaum perempuan itu sendiri pun banyak terjebak dalam perebutan label yang membuat dan mereka berfikir untuk membedakan diri dari perempuan-perempuan lain sehingga terjadinya perpecahan dari kaum perempuan itu sendiri sehingga untuk mencapai keadilan itu jauh untuk di gapai.

Namun masih banyak yang bertanya bagaimana dan apa yang terjadi pada kaum perempuan, banyak dari kita yang mengatakan bukankah pada masa kini kaum perempuan sudah merdeka seperti kata ibu kita Kartini ‘habis gelap terbitlah terang’, seakan-akan permasalah yang terjadi begitu kasat mata dan tak tertembus, masih banyak PR besar bagi kita kaum perempuan, kembali kepada kita apakah mau untuk melihat keadaan saudari kita yang masih jauh dari kata meredeka ?

Pos terkait