Pemuda adalah tonggak perubahan yang terjadi di dalam masyarakat untuk menciptakan perubahan yang terjadi di daerah setempat, jika pemuda mau bergerak untuk lebih mencintai literasi dan seharusnya sudah bisa menuangkan isi pikiran dan opini yang ada dalam diri terhadap masalah masalah yang disembunyikan di dalam ruang lingkup pemerintahan.
Tapi untuk sekarang hal itu masi dibalut dengan keresahan akibat banyaknya dari mahasiswa yang belum bisa menulis opini karena terbatasnya ilmu yang dimiliki dan kemalasan untuk mencari tau hal baru untuk pengembangan diri, padahal jika kita melihat lebih dalam banyak mahasiswa yang memiliki potensi tetapi akibat kesepelean dan kemalasan membuat mereka enggan mencoba hal baru sehingga tetap berada di zona yang dianggap aman.
Padahal hal itu bukanlah suatu hal yang baik untuk terus dilajutkan karena kita sebagai mahasiswa juga harus berfikir kritis untuk memajukan pendidikan serta literasi di diri kita mengikuti dengan perkembangan jaman agar ilmu yang kita dapatkan juga semakin berkembang, memang fakta adanya bahwa tidak semua orang tertarik dan bisa dalam menulis, tetapi itu bukan menjadi faktor utama yang membuat kita untuk berhenti menulis.
Kegiatan menulis ini sebenarnya sangat penting dikalangan mahasiswa karena segala aktitas dikampus berhubungan dengan penulisan, dan menulis adalah keharusan yang memang wajib dilakukan mahasiswa seperti menulis artikel, membuar makalah hingga tugas akhirpun membutuhkan dalam kemampuan menulis. Sebenarnya setiap orang mempunya landasan untuk bisa menulis tetapi tidak bisa menuangkannya dalam bentuk tulisan.
Kita Melihat bahwasannya menulis seperti kita berbicara, tetapi bedanya ketika kita berbicara otak kita berfikir, lisan kita ber eksekusi, sedangkan menulis adalah eksekusi yang dilakukan melalui tulisan. Apalagi dalam kita menulis opini, menulis dan menyampaikan juga beda adanya karena jika kita sekedar menyampaikan kita tidak perlu menuangkan isi pikiran itu melalui tulisan lagi, tetapi jika menulis kita harus menuangkan isi opikiran dan menulisnya kembali.
Menulis opini banyak manfaat yang bisa didapatkan, seperti terluaskannya isi pikiran dan gagasan yang akan disampaikan sehingga tidak menumpuk di isi kepala, kita sebagai mahasiswa harus bisa menulis opini agar gagasan yang kita sampaikan tidak sekedar di baca, tetapi juga harus dicermati dan di analisis kebenaran faktanya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebuah opini seringkali tidak dapat diselesaikan karena banyak kendala. Mulai dari kehilangan mood menulis, ada yang blank, sulit mencari kata yang tepat, bahkan lingkungan pun sepertinya tidak mendukung. Jika kita amati, sebagian besar masalah atau hambatan dalam menulis berasal dari diri kita sendiri. Tentu saja solusinya bisa berbeda versi, mengingat setiap orang memiliki keunikannya masing-masing.
Dari semua solusi, membaca dan pengetahuan diri adalah kuncinya.
Tidak ada penulis yang tidak mau membaca. Dari membaca, kita juga belajar secara tidak langsung dari penulisnya, menambah kosa kata, menginspirasi inspirasi, memperluas wawasan, memperoleh informasi, dan melatih daya ingat, mengenal diri sendiri juga merupakan hal yang tak kalah penting. Dengan mengenal diri sendiri, akan mudah untuk mengetahui apa yang membuat rileks, tempat favorit yang mudah memicu inspirasi, atau kita lebih mudah untuk mengambangkan wawasan yang ada di dalam diri menjadi opini.
Menulis opini adalah usaha yang bermanfaat. Mampu menunjukkan apa yang bisa dikatakan adalah upaya yang kritis dan sistematis. Khusus untuk mahasiswa, itu adalah ukuran kemampuan yang dimiki. Ketika karya opini siswa dapat dipublikasikan di halaman platform jaringan media online itu menunjukkan bahwa opini yang ditulis memang bernilai karya dan layak dipublikasikan.
Maka dari itu kita sebagai mahasiswa yang akan menciptakan perubahan sebaiknya jangan malas untuk mencoba hal baru untuk menambah wawasan dalam pengembangan diri. Karena banyak yang bisa didapat asalkan kita mau belajar dan terus belajar.
“Kalau engkau bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.” (Imam Al Ghazali)