Ambon, Indolensa – Penetapan status bandara internasional di Maluku justru disambut kritik tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku. Komisi II DPRD secara blak-blakan menyoroti kesiapan sektor pariwisata daerah yang dinilai masih belum siap menyambut arus kunjungan internasional, bahkan terkesan “setengah matang”.
Kekhawatiran tersebut disampaikan dengan nada keras oleh Suanthie John Laipeny, Wakil Ketua Komisi II sekaligus Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Maluku.
”Bandara sudah internasional, masa’ pariwisata jalan di tempat? Kita butuh manajer jempolan untuk menggarap potensi ini!” cetus Laipeny dalam Rapat Dengar Pendapat, Senin (24/11/25).
Dewan tidak hanya menyoroti perlunya kompetensi manajerial, tetapi juga “menyentil” minimnya kualitas atraksi wisata yang ditawarkan Maluku. Anggota dewan mengeluhkan sejumlah aspek krusial:
- Pudarnya Seni Tradisional: Pertunjukan seni daerah yang memikat dan berkarakter dinilai semakin jarang ditemui.
- Hiburan: Minimnya fasilitas live music atau hiburan malam yang berstandar internasional.
- Fasilitas Bahari: Kondisi fasilitas diving (menyelam) dan pendukung wisata bahari lainnya yang dinilai ala kadarnya.
”Wisatawan mau lihat apa? Gedung dicat doang? Pertunjukan seni yang bikin merinding udah jarang! Fasilitas diving juga seadanya,” keluh salah satu anggota dewan, menunjukkan kekecewaan terhadap produk wisata Maluku saat ini.
Isu lain yang dianggap menghambat daya saing pariwisata Maluku adalah mahalnya biaya transportasi. Anggota dewan menyoroti tingginya ongkos yang harus dikeluarkan wisatawan, khususnya untuk perjalanan dari dan menuju bandara.
”Kita selalu kalah sama transportasi! Masa’ dari Ambon ke bandara saja jutaan? Ini menjadi duri dalam daging yang harus segera diatasi,” tegas mereka, menekankan bahwa harga yang tidak kompetitif membuat Maluku sulit bersaing dengan destinasi lain.
Untuk memicu gebrakan dan mencegah Maluku terus tertinggal, DPRD secara khusus mendorong Dinas Pariwisata untuk segera menimba ilmu dari Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dinilai sukses dalam mengelola pariwisata bahari.
”NTT itu jagoan wisata bahari! Kita bisa belajar jalur pelayaran selatan-selatan mereka, membawa kapal-kapal wisata masuk ke Maluku!” usul anggota dewan.
DPRD berharap Dinas Pariwisata segera mengambil langkah konkret, termasuk mengadopsi model pengembangan pariwisata terintegrasi yang telah berhasil diterapkan oleh provinsi tetangga, demi mengimbangi status baru bandara internasional yang memerlukan dukungan sektor pariwisata yang kuat dan matang.
