Merangin, Indo Lensa – Perkembangan terbaru kasus dugaan aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di wilayah Desa Rantau Jering, Kecamatan Lembah Masurai, kembali memicu tanda tanya besar. Setelah Kepala Desa Rantau Jering menyatakan pada Rabu (12/11/2025) bahwa dirinya telah menyampaikan laporan lisan kepada Polsek Lembah Masurai terkait keberadaan alat berat milik terduga pelaku H. Asrul, hingga kini seminggu berlalu per Rabu (19/11/2025) belum terlihat adanya langkah penindakan di lapangan.
Seorang warga menyebut aktivitas alat berat di daerah Sungai Duo masih berlangsung. Tidak ada garis polisi, penyegelan, ataupun pemeriksaan terbuka kepada pihak-pihak yang terkait. Situasi ini membuat publik menduga ada potensi pembiaran yang berkepanjangan.
Berbeda dari sebelumnya yang cukup responsif saat dikonfirmasi terkait informasi awal, Kepala Desa Rantau Jering kini justru terkesan bungkam dan tidak memberikan keterangan lanjutan. Upaya konfirmasi lanjutan melalui panggilan telepon maupun pesan singkat tidak mendapat jawaban apapun, meski menunjukkan nomor tersebut dalam keadaan aktif.
Ketidakjelasan respons Kades ini makin memantik pertanyaan publik mengenai konsistensi dan keseriusannya dalam mengawal laporan yang ia klaim telah disampaikan ke pihak kepolisian.
Minimnya pergerakan dari aparat penegak hukum dalam sepekan terakhir menimbulkan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang tidak transparan. Warga menilai kehadiran alat berat yang telah masuk tanpa izin, ditambah isu setoran “modus sumbangan” yang telah ramai diperbincangkan sebelumnya, semestinya cukup menjadi indikator awal bagi APH untuk bergerak cepat.
Publik menilai lambannya tindakan dapat memunculkan preseden buruk, yaitu kesan bahwa aktivitas PETI bisa berjalan aman selama ada “kesepakatan tertentu” yang tidak terungkap secara terang.
Desakan kini menguat kepada aparat penegak hukum di wilayah Polsek Lembah Masurai, Polres Merangin, hingga instansi penegak hukum provinsi agar segera turun tangan. Publik menilai kasus ini tidak boleh “mengambang” atau berlalu tanpa kejelasan karena menyangkut kerusakan lingkungan, potensi pungutan liar, masuknya alat berat tanpa prosedur, dugaan modus setoran yang mencatut nama tempat ibadah, dan potensi pembiaran oleh pihak tertentu.
Publik meminta langkah tegas berupa pemeriksaan, penertiban alat berat, penegakan aturan minerba, serta pendalaman terhadap pihak-pihak yang selama ini disebut terkait aktivitas tersebut.
Kasus PETI di Rantau Jering kini berada di titik krusial. Jika aparat tidak segera bertindak, dikhawatirkan wilayah Lembah Masurai akan menjadi “zona abu-abu” yang membuka ruang makin luas bagi operasi tambang ilegal. Tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, namun juga berpotensi menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.
Publik menuntut satu hal: kejelasan, tindakan nyata, dan penyelesaian yang tidak berlarut-larut.
(Red.)




