Nduga, Indolensa – Program prioritas nasional Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto terus bergulir, berhasil menjangkau wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Di tengah segala keterbatasan di pedalaman Papua, program ini disambut antusias dan dilaporkan menjadi daya tarik bagi anak-anak untuk bersekolah.
Pelaksanaan MBG di wilayah ini, khususnya di SD Rimba Mumugu 2, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, terselenggara atas kerja sama Kementerian Pertahanan dan personel Satgas Yonif 733 Masariku TNI.
Laporan jurnalis TV One, Zinedine Dohan, yang meliput langsung dari lokasi, menyebutkan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur produksi MBG di daerah ini, tepatnya di Post Batas Batu, memang berbeda dari yang ada di kota besar.
”SPPG di Batas Batu sendiri… ada di Post Batas Batu tempat dari Satgas Yonif 733 Masariku beroperasi. Yang mana juga yang memproduksi dari MBG sendiri ini under TNI,” lapor Zinedine Dohan.
Makanan yang telah dimasak kemudian didistribusikan ke SD Rimba Mumugu 2, di mana siswa-siswa terlihat mengantre dengan tertib untuk mengambil sajian lengkap, termasuk nasi, daging, sayur, buah, dan susu.
Tujuan utama program ini adalah memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Papua guna meningkatkan kesehatan dan menciptakan generasi yang cerdas, sehat, dan berguna, dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Menu yang disajikan, dilaporkan sangat beragam dan lengkap, mendapat respons sangat positif dari para siswa. Salah satu guru SD Rimba Mumugu 2, Margianti Sinta, mengakui bahwa program MBG awalnya berhasil menambah minat anak untuk bersekolah.
Meski demikian, Margianti juga mencatat adanya tantangan lain. “Karena faktor perkebunan (kegiatan) Ibu PKK, sehingga anak-anak kebanyakan ikut orang tua pergi berkebun, sehingga yang hadir ke sekolah semakin berkurang,” ungkapnya.
Salah satu siswa, Yohakim, menyampaikan rasa senangnya atas menu nasi, daging, sayur, dan buah yang ia santap.
Secara nasional, program MBG tercatat telah menjangkau 39,2 juta penerima manfaat dengan serapan anggaran mencapai Rp 35 triliun.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan bahwa tidak ada pemotongan anggaran per porsi MBG. Anggaran bersifat at cost atau menyesuaikan dengan harga modal, terutama mempertimbangkan perbedaan harga bahan baku yang tinggi di wilayah sulit jangkau seperti Papua.
”Di Papua Pegunungan itu satu porsi bahan bakunya Rp 100 ribu, jadi bagaimana bisa dipotong?” tegas Dadan, menjelaskan bahwa BGN akan membayar sesuai harga pokok bahan di wilayah tersebut.
Pelaksanaan MBG di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sekolah di Papua Pegunungan ini diyakini akan membantu mencukupi asupan gizi kritis, sekaligus menjadi simbol kehadiran pemerintah hingga ke wilayah terpencil.
