Ambon, Indolensa – Meja kasir, tempat di mana setiap rupiah konsumen seharusnya tercatat resmi, berubah menjadi panggung kecurigaan. Sebotol air mineral dan sebungkus permen seharga belasan ribu rupiah, pada 26 September 2025, justru membuka tabir praktik yang diduga sebagai penyimpangan sistematis di salah satu gerai Alfamidi Kota Ambon.
Kisah ini bermula dari sebuah transaksi sederhana yang nyaris luput dari perhatian. Namun, rangkaian kejanggalan yang ditemui seorang konsumen menjadikannya lebih dari sekadar pengalaman belanja, ia menjadi cermin rapuhnya integritas ritel modern di Maluku.
Kronik Kejanggalan: Struk Hilang dan Uang di Bawah Scanner
- Struk yang Tak Kunjung Tercetak
Saat pembayaran dilakukan, kasir menyampaikan alasan klasik: sistem sedang “gangguan” sehingga struk tidak dapat keluar. Padahal, struk adalah bukti sah transaksi dan hak konsumen, sekaligus mekanisme kontrol internal toko. - Perhitungan Manual Menggantikan Sistem
Alih-alih memasukkan transaksi ke mesin kasir, kasir hanya menghitung total belanjaan secara manual menggunakan kalkulator di layar komputer. Praktik ini membuat transaksi tidak tercatat dalam sistem perusahaan. - Penemuan Uang ‘Abu-abu’ di Area Terlarang
Perhatian konsumen tertuju pada pemandangan tak biasa: sejumlah uang tunai tergeletak di bawah scanner, bukan di dalam laci kasir yang semestinya. Posisi ini menimbulkan pertanyaan besar: dari mana asal uang itu, dan untuk apa disimpan di sana? - Struk Ganda yang Membongkar Diskon
Setelah konsumen menyadari kejanggalan, kasir buru-buru memasukkan transaksi ke sistem. Struk yang akhirnya keluar justru bercampur dengan transaksi pelanggan sebelumnya, menampilkan adanya potongan harga (diskon). Indikasi semakin jelas bahwa ada selisih harga atau promo yang seharusnya diterima pelanggan, namun tak seluruhnya disalurkan.
Dugaan kuat mengarah pada pola kecurangan:
- Asal: Uang itu diduga berasal dari kembalian atau selisih harga pelanggan sebelumnya. Dengan tidak meng-input transaksi, kasir bisa “menahan” kelebihan tersebut.
- Tujuan: Uang yang ditempatkan di luar laci kasir membuka peluang menjadi dana tak tercatat (off the book), yang tidak masuk pembukuan perusahaan.
Pihak manajemen Alfamidi sendiri menegaskan bahwa uang di luar laci kasir adalah pelanggaran SOP berat. Artinya, temuan ini bukan sekadar kejanggalan teknis, tetapi potensi pelanggaran integritas kerja.
Kasus di Ambon ini ternyata bukan insiden tunggal. Konsumen di berbagai gerai Alfamidi Maluku kerap mengeluhkan:
- Harga rak berbeda dengan harga mesin kasir, dengan selisih yang kadang cukup besar.
- Promo kartu member justru berbalik merugikan konsumen. Beberapa pelanggan menyebut harga naik saat kartu member ditunjukkan, bukannya mendapat potongan.
“Kalau tidak teliti, kita bisa bayar lebih dari harga yang tertera di rak,” kata seorang konsumen di Ambon. Keluhan ini terutama marak pada tanggal-tanggal tua ketika daya beli masyarakat melemah.
Menanggapi temuan ini, Corporate Communication Alfamidi Branch Ambon, Fathul Rahman, mengakui adanya masalah serius terkait kepatuhan SOP dan integritas personal.
Ia menyampaikan tiga poin penting:
- Pelanggaran SOP Berat
Kasir yang tidak memberikan struk dan menyimpan uang di luar laci kasir telah melakukan kesalahan fatal. “Itu tidak boleh dilakukan, kecuali dalam kondisi tertentu,” tegasnya.
- Akar Masalah pada Kesadaran Karyawan
Rahman mengakui pengawasan internal memang ada, termasuk CCTV, tetapi akar persoalan ada pada “kualitas atau kesadaran tim toko.” Pelanggaran berulang ini bahkan sudah membuat sejumlah karyawan diberhentikan.
- Komitmen pada Hak Konsumen
- Konsumen berhak atas harga terendah jika ada perbedaan harga rak dan mesin kasir.
- Bukti berupa foto, video, atau struk bisa digunakan konsumen untuk menuntut ganti rugi.
- Karyawan yang melanggar akan dikenakan sanksi tegas, dari peringatan hingga pemecatan.
Kasus “uang senyap” ini menjadi peringatan penting bagi jaringan 106 gerai Alfamidi di Maluku, termasuk 63 di Kota Ambon. Ia menunjukkan bahwa seketat apapun SOP, pengawasan internal, dan teknologi, faktor integritas personal tetap menjadi benteng terakhir kepercayaan publik.
Bagi masyarakat Maluku, pesan ini sederhana namun vital: selalu minta struk, periksa label harga, dan jangan segan melapor jika menemukan kejanggalan. Sebab, di tengah dinamika harga kebutuhan pokok, hak konsumen adalah hak yang tidak bisa ditawar.
