Ambon, Indolensa – Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Ambon, Pelfina J. Saija, S.Pd., M.Si., tak menampik bahwa gejolak pergaulan siswa di dunia maya maupun nyata memerlukan intervensi yang tegas. Ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (2/10/2025), Pelfina mengungkap strategi ‘bersih-bersih’ digital dan mental yang diterapkan sekolahnya.
“Kami sebagai guru, itu kami sudah meminta kepada anak-anak, memang betul media sosial itu bagus untuk kemajuan dalam belajar, tapi kita menyampaikan untuk mereka supaya penggunaan itu harus betul-betul tepat arah,” ujar Pelfina, menekankan pentingnya edukasi sejak dini.
Strategi utama yang diterapkan adalah pengaturan ketat penggunaan telepon genggam (HP). Sekolah mengambil langkah tegas dengan meminta siswa tidak membawa HP ke lingkungan sekolah. Jika terpaksa membawa, HP tersebut wajib diserahkan kepada wali kelas saat jam masuk dan baru dapat diambil kembali menjelang jam pulang.
”Ketika bullying itu juga sangat berpengaruh ketika menggunakan media sosial, lewat media sosial, banyak hal-hal yang tidak bagus itu bisa terjadi. Makanya kita hindari dengan cara anak tidak bisa atau boleh membawa HP, tapi di waktu masuk diberikan kepada wali kelas,” jelasnya.
Kebijakan ini dibuat dengan pengecualian yang terukur: siswa dapat meminta kembali HP-nya kepada wali kelas hanya jika ada kebutuhan proses belajar-mengajar yang mendesak, dan setelah selesai, wajib dikembalikan lagi. Sekolah menyadari kebutuhan orang tua untuk berkomunikasi seperti menanyakan jam kepulangan sehingga kebijakan penyerahan HP saat masuk dan pengambilan saat pulang dianggap sebagai jalan tengah yang efektif.
Pelfina J. Saija mengungkapkan rasa syukurnya atas dukungan pihak eksternal. Sosialisasi intensif dari Polda dan Kejaksaan setempat baru-baru ini telah menjadi amunisi berharga bagi sekolah.
”Nah, SMA 5 sangat bersyukur karena dari pihak Polda maupun dari Kejaksaan itu, mereka turun langsung ke sekolah-sekolah. untuk menyampaikan masalah-masalah tentang masalah bullying ini,” tuturnya.
Sosialisasi ini sangat vital mengingat dampak serius yang dialami korban perundungan, di mana “yang di-bullying itu betul-betul dia merasa tertekan.” Uniknya, arahan ini tidak hanya ditujukan kepada siswa, tetapi juga dihadiri oleh semua guru agar mereka turut memahami dimensi hukum dan psikologis dari isu ini.
Saat ditanya mengenai pelibatan orang tua atau psikolog, Pelfina menegaskan bahwa hingga saat ini, keterlibatan orang tua menjadi pilar utama pencegahan.
“Kami masih berhubungan dengan orang tua, artinya informasi-informasi pada orang tua bahwa anak tidak diperbolehkan membawa HP atau bisa membawa tapi diberikan kepada wali kelas,” katanya.
Kepala sekolah memastikan bahwa edukasi dan sosialisasi mengenai peraturan sekolah, termasuk kebijakan HP, selalu disampaikan pada setiap pertemuan dengan orang tua murid. Sinergi antara rumah dan sekolah ini diharapkan dapat membentuk benteng moral dan etika yang kuat, mencegah lahirnya bibit-bibit perundungan dan perilaku buruk di media sosial.
Langkah preventif yang diambil SMA Negeri 5 Ambon ini menegaskan bahwa untuk merawat tunas bangsa di era digital, diperlukan perpaduan antara disiplin aturan, edukasi hukum, dan kolaborasi erat antara pendidik dan orang tua.
