Rapat DPRD Soal Konflik Hunuth–Hitu, Kapolresta Ambon Janji Tindak Tegas dan Transparan

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kota Ambon, M. Fadly Toisutta, pada Kamis (18/9/25), suasana sempat memanas saat warga Negeri Hunuth yang menjadi korban kebakaran menumpahkan keluh kesahnya. Mereka tidak hanya menuntut kejelasan nasib rumah mereka, tetapi juga mempertanyakan profesionalisme aparat dalam menangani barang bukti krusial.

Menjawab langsung keresahan tersebut, Kapolresta Kombes Pol Dr. Yoga Putra Prima Setya, S.I.K., M.I.K., menunjukkan sikap terbuka namun menuntut detail. Ia menegaskan, penelusuran tidak bisa dilakukan secara membabi buta dan membutuhkan kerja sama penuh dari warga.

“Terkait barang bukti bom, kami sudah berkoordinasi dengan Kepala Desa,” ujar Kombes Yoga di hadapan awak media.

“Namun kami butuh detail. Siapa yang menyerahkan? Diserahkan kepada siapa, jam berapa? Jika tidak tahu namanya, sebutkan ciri-cirinya. Apakah polisi berseragam coklat atau biru? Adakah ciri khusus? Tanpa keterangan dan saksi yang kuat, kami mengalami kendala untuk menentukan siapa oknum yang diduga melakukan tindakan tersebut.”

Pernyataan ini secara implisit mengonfirmasi adanya laporan kehilangan barang bukti, sekaligus melempar bola kembali kepada masyarakat untuk memberikan informasi akurat demi menyingkap “oknum” yang bermain di tengah situasi genting.

Di sisi lain, untuk kasus penikaman yang terjadi saat konflik, Kapolresta membeberkan bahwa pihaknya telah menetapkan satu orang tersangka. Dalam pemeriksaan, tersangka yang masih berstatus pelajar SMK namun telah berusia 19 tahun itu mengaku bertindak sendiri.

“Pengakuannya sementara, dia melakukan penusukan secara membabi buta dengan alasan membela temannya saat tawuran,” jelas Kombes Yoga.

Meski pelaku sudah dewasa secara hukum, kasus ini memiliki dimensi yang unik. Karena korbannya adalah anak di bawah umur, polisi tidak menggunakan KUHP biasa.

“Kami menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 80, dengan ancaman 15 tahun penjara jika perbuatannya menyebabkan kematian,” tegasnya.

Pintu untuk tersangka baru pun belum tertutup sepenuhnya. Kapolresta memastikan, jika dalam proses persidangan nanti ditemukan bukti atau keterangan baru, pengembangan kasus akan kembali dilakukan.

Kritik tajam dari masyarakat mengenai lambatnya penanganan, baik saat konflik pecah maupun dalam proses penyidikan, turut dijawab oleh Kombes Yoga. Ia menjelaskan bahwa kepolisian terikat oleh aturan hukum dan tahapan penanganan di lapangan.

“Mohon izin, dalam penegakan hukum ada aturan yang mengikat kami. Misalnya memanggil saksi, kami butuh waktu 3-4 hari sebelumnya untuk memberi kesempatan saksi mempersiapkan diri,” terangnya, menanggapi keluhan soal proses hukum yang dianggap berlarut.

Sementara terkait respons di lapangan saat konflik, ia memaparkan adanya eskalasi penanganan.

“Pada masa awal, personel memang tidak dibekali senjata. Namun ketika eskalasi meningkat, kami di-backup oleh BRIMOB. Dan terbukti, dengan kedatangan BRIMOB, kita bisa memisahkan, menyekat, dan memukul mundur para pelaku,” pungkasnya.

Rapat di DPRD yang turut dihadiri unsur TNI-Polri dan seluruh anggota Komisi I ini menjadi etalase bagi publik untuk menilai keseriusan aparat. Janji Kapolresta untuk memburu oknum internal dan menuntaskan setiap detail kasus kini menjadi pertaruhan kredibilitas Polresta Pulau Ambon di mata masyarakat yang menuntut keadilan.