Maluku Tengah, Indolensa — Di ruang kerjanya yang sederhana namun sarat semangat, Dr. (Cand.) Yashmin Seiff, SH., MBA., Aesth. Dipl., M.Kn., menyampaikan satu mimpi besar: mengangkat UMKM Maluku dari halaman rumah menuju pasar dunia. Berangkat dari potensi tanaman lokal yang melimpah, ia menekankan bahwa Maluku bukan hanya tentang cengkih dan pala.
“Keluar rumah saja, kita sudah lihat kekayaan Tuhan bertaburan. Tapi sayangnya, belum semua terolah. Saya ingin menggerakkan perempuan dan anak muda agar mereka bukan hanya pengguna, tapi pencipta. Dari shampoo, balsem, minyak rambut, hingga kosmetik dari rempah dan tanaman khas Maluku,” tutur Yashmin, saat diwawancarai pada Senin (21/7/25).
Yashmin bukan sosok baru dalam dunia pengembangan SDM dan UMKM. Ia dikenal sebagai perempuan tangguh yang multidimensi seorang notaris, pendidik, konsultan kecantikan dan herbal, narasumber nasional hingga internasional, sekaligus penggerak komunitas perempuan dan budaya. Ia merupakan lulusan Magister Kenotariatan Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang dengan predikat Cumlaude dan Lulusan Terbaik Wisuda ke-72.
Tak hanya itu, ia adalah Juara Pertama Tata Kelola Administrasi dan Organisasi Tingkat Nasional, serta aktif mengisi berbagai forum seminar hukum dan pengembangan UMKM. Dengan segudang pengalaman, ia tak hanya paham teori, tapi langsung terjun mengedukasi masyarakat hingga ke desa-desa.
Berikut sebagian profil ringkas beliau:
- Nama lengkap: Dr. (Cand.) Yashmin Seiff, SH., MBA., Aesth. Dipl., M.Kn.
- Nama kecil: Yashmin
- Tempat & tanggal lahir: Purwokerto, 2 Mei 1972
- Jenis kelamin: Perempuan
- Agama: Kristen
Yashmin percaya, kekayaan alam dan budaya Maluku adalah harta tidur yang menunggu disentuh tangan-tangan kreatif. Ia mencontohkan: limbah kulit telur yang kerap dibuang, ternyata bisa diolah jadi bahan dasar suplemen kalsium, bahkan kosmetik.
“Banyak ibu-ibu tidak tahu bahwa selaput putih dalam telur punya khasiat. Itu hanya satu contoh,” ungkapnya.
Tak hanya ide, ia menyusun sistem: dari pelatihan pemilahan bahan baku, SOP produksi bersih dan sehat, sampai pendampingan oleh dokter dan BPOM. Ia bermimpi, semua produk buatan lokal itu punya label resmi dan standar ekspor.
“Saya ingin setiap pengunjung yang mendarat di bandara Pattimura bisa langsung melihat outlet produk Maluku dari ujung kepala sampai kaki. Bukan hanya beli oleh-oleh, tapi mengerti bahwa ini hasil tangan-tangan lokal. Ada tenun, sabun rempah, batik, minyak gosok dari cengkih, semuanya hasil karya ibu-ibu dan anak-anak muda,” katanya penuh semangat.
Lebih dari itu, Yashmin juga berharap pemerintah lebih aktif membuka ruang kolaborasi.
“Kadang bukan tidak bisa, tapi malu dan takut. Saya ingin mereka tahu bahwa mereka tidak sendiri. Pemerintah, kementerian, dan kami siap dampingi,” ujarnya tegas.
Bagi Yashmin, pemberdayaan bukan sekadar ekonomi. Ini tentang martabat dan keberanian untuk bangkit.
“Perempuan Maluku harus meneladani Martha Christina Tiahahu. Kalau dulu melawan penjajah dengan tombak, sekarang kita lawan kemiskinan dengan kreativitas,” pungkasnya.
