Jayapura, Indolensa – Tak hanya peluru dan senjata api, ancaman keamanan di Papua kini juga datang dari ranah pemikiran dan narasi. Satgas Operasi Damai Cartenz mengungkap bahwa selain menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), mereka kini juga berjibaku melawan Kelompok Kriminal Politik (KKP), gerakan ideologis yang secara sistematis menyusup ke ranah intelektual dan digital dengan agenda separatisme.
“Ancaman KKB nyata dalam bentuk kekerasan, tetapi KKP jauh lebih berbahaya dalam jangka panjang. Mereka menyerang kesadaran dan ideologi generasi muda Papua melalui agitasi intelektual, kaderisasi, dan propaganda,” ujar Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani, dalam Podcast Polri TV, Kamis (17/7/2025).
KKB selama ini dikenal dengan aksi-aksi brutal yang menargetkan aparat dan warga sipil. Namun KKP, kata Faizal, bergerak lebih halus melalui jalur organisasi seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), yang aktif membangun narasi tandingan terhadap negara baik di dalam negeri maupun melalui jejaring internasional.
Isu rasisme, pelanggaran HAM, hingga program pemerintah seperti ketahanan pangan dan pemekaran daerah kerap dimanipulasi menjadi alat agitasi.
“Program makan bergizi gratis pun mereka anggap bentuk kolonialisme baru. Ini jelas bentuk disinformasi yang sistematis,” ungkapnya.
Satgas Damai Cartenz kini beroperasi di 11 kabupaten, dengan fokus utama di Jayapura, Mimika, Deiyai, Dogiyai, dan Yahukimo. Mereka menerapkan pendekatan hukum yang disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya lokal. Ikatan adat yang kuat kerap membuat warga bersimpati, bahkan tanpa mendukung ideologi kelompok bersenjata atau politik.
“Pelaku utama tetap kami proses hukum. Tapi terhadap simpatisan, pendekatan persuasif dan antropologis lebih kami utamakan. Ini bukan hanya operasi keamanan, tapi juga pendekatan kemanusiaan,” kata Faizal.
Namun tantangannya tidak ringan. Operasi ini disebut sebagai salah satu yang paling berisiko di Indonesia, dengan personel yang nyaris setiap tahun gugur dalam tugas. Infrastruktur terbatas, dukungan anggaran yang belum ideal, dan sistem penghargaan yang belum maksimal menjadi pekerjaan rumah internal.
Di ranah digital, penegakan hukum atas propaganda separatis juga menghadapi kendala. Banyak konten provokatif yang lolos karena minimnya regulasi khusus.
“Masalah Papua tidak bisa hanya jadi beban TNI-Polri. Butuh pendekatan menyeluruh dari sektor pendidikan, pembangunan ekonomi, hingga penguatan institusi adat. Ini tugas bangsa, bukan tugas satu-dua lembaga,” tegasnya.
Satgas Damai Cartenz akan terus menjaga stabilitas Papua dengan strategi yang tak hanya berbasis kekuatan, tapi juga akal sehat dan pendekatan kemasyarakatan. Karena bagi mereka, Papua damai adalah Papua yang dipahami, didengar, dan dibangun bersama.
