Piru, Indolensa – Pengadaan langsung makanan dan minuman di lingkungan DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun anggaran 2024 dan 2025 disorot publik. Gerakan masyarakat sipil SBB Bersih menduga mekanisme pengadaan tersebut bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ketua SBB Bersih, Jacobis Heatubun, menyebut bahwa pengadaan makan-minum DPRD SBB menggunakan skema pengadaan langsung, meski anggarannya diduga melebihi batas maksimal sesuai regulasi yang berlaku.
“Berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, pengadaan langsung hanya dibenarkan untuk paket bernilai maksimal Rp200 juta. Di atas itu harus dilakukan tender terbuka,” ujar Jacobis saat memberikan keterangan kepada media, Jumat (11/7/2025).
Jacobis menambahkan bahwa anggaran makan dan minum DPRD SBB tahun 2024–2025 diperkirakan mencapai sekitar Rp2 miliar. Dengan jumlah sebesar itu, pemilihan penyedia seharusnya dilakukan melalui proses tender terbuka atau melalui E-Katalog jika barang tersedia secara daring.
“Kalau pengadaan langsung dipaksakan untuk anggaran sebesar itu, sangat rentan terhadap penyimpangan. Kecuali pengadaan menggunakan katalog elektronik. Tapi sejauh ini tidak terlihat mekanisme itu digunakan,” ungkapnya.
Jacobis meminta Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Seram Bagian Barat baik dari unsur Kepolisian maupun Kejaksaan untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap pola pengadaan tersebut.
“Kami menduga telah terjadi pelanggaran administratif dan potensi penyimpangan anggaran. Ini perlu segera ditelusuri karena menyangkut keuangan daerah,” tegasnya.
Menurutnya, publik berhak mengetahui bagaimana anggaran publik dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai ketentuan hukum.
Kasus ini menjadi sorotan di tengah meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap transparansi pengelolaan anggaran publik, khususnya dalam lingkup legislatif. Gerakan SBB Bersih mengajak masyarakat untuk ikut memantau proses pengadaan dan pengelolaan anggaran yang bersumber dari APBD.
“Kami akan menyampaikan laporan resmi ke aparat penegak hukum. Kami ingin memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai hukum dan tidak merugikan keuangan daerah,” tutup Jacobis.
