JAYAWIJAYA, INDOLENSA – Di tengah dinginnya udara Kampung Walesi, Kabupaten Jayawijaya, suara tawa anak-anak dan sapaan hangat warga menyambut patroli terpadu Satgas Operasi Damai Cartenz, Sabtu (4/7/2025). Di bawah komando Iptu Muhammad Krisna Dirgantara, personel tidak sekadar mengamankan wilayah, tapi juga hadir sebagai sahabat bagi masyarakat.
Kegiatan ini merupakan bagian dari strategi pendekatan humanis yang digagas Kaops Damai Cartenz Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani, S.Sos., S.I.K., M.H. dan Wakaops Kombes Pol. Adarma Sinaga, S.I.K., M.Hum., untuk membumikan kehadiran aparat bukan sebagai momok, melainkan pelindung yang mengayomi.
Selama kegiatan, Satgas Damai Cartenz melaksanakan observasi keamanan menyeluruh sembari membaur dengan masyarakat. Bukan dengan intimidasi, tapi dengan senyum, pelukan untuk anak-anak, dan pelayanan kesehatan gratis.
“Kami tidak hanya menjaga stabilitas keamanan, tetapi juga membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat,” ujar Brigjen Pol. Faizal kepada Indolensa.
Pelayanan medis gratis yang diberikan menjadi magnet kepercayaan. Warga antusias memanfaatkan kesempatan untuk memeriksakan kesehatan mereka. Bagi warga Pegunungan Papua, akses terhadap layanan dasar masih terbatas, sehingga kehadiran Satgas membawa harapan baru.
Menurut Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz Kombes Pol. Yusuf Sutejo, S.I.K., M.T., kunci utama dari stabilitas bukan hanya patroli bersenjata, tetapi rasa saling percaya.
“Kami membangun kedekatan bukan hanya lewat patroli, tapi lewat pelayanan yang menyentuh kehidupan mereka. Ketulusan menciptakan rasa saling percaya,” katanya.
Operasi Damai Cartenz yang selama ini dikenal sebagai penjaga stabilitas di wilayah rawan, kini menampilkan wajah lembut yang menyentuh. Di kampung-kampung seperti Walesi, kehadiran aparat justru memberi ruang baru untuk tumbuhnya damai dan kesejahteraan.
Dalam lanskap pegunungan yang selama ini dipenuhi ketegangan, Operasi Damai Cartenz menghadirkan warna baru: keamanan yang menyentuh hati, bukan hanya mengawasi. Di Walesi, damai bukan sekadar jargon—ia hidup dalam bentuk pelukan, pengobatan, dan dialog yang menyapa nurani warga Papua.
