Saparua, Indolensa – Aroma korupsi kembali menguar dari pemerintahan desa. Kali ini, giliran Negeri Ulath, Kecamatan Saparua Timur, yang jadi sorotan publik. Bendahara Negeri berinisial RS resmi diberhentikan oleh Raja Negeri Ulath, Hans Maurits Nikijuluw, setelah diduga kuat menyelewengkan anggaran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) senilai Rp155 juta lebih.
Pemberhentian tersebut tertuang dalam Surat No: 141/301/VIII/2024, yang ditujukan kepada Camat Saparua Timur dan ditembuskan ke Ketua Saniri serta RS sendiri.
Dari rekaman audio rapat internal yang diterima redaksi Indolensa dari sumber masyarakat setempat, terungkap bahwa rapat pada Minggu, 22 Juni 2025, awalnya dijadwalkan membahas pertanggungjawaban kas bon, pajak, dan sisa anggaran tahun sebelumnya.
Namun suasana berubah panas ketika Ketua Saniri Negeri mempertanyakan langsung dana pajak sebesar Rp6 juta yang katanya telah dipotong namun tidak dibayarkan, dan uang lain yang belum dipertanggungjawabkan.
Tak terima disinggung, RS naik pitam dan menyerang balik secara verbal, bahkan menyebut “kepintaran Ketua Saniri ada di telapak kaki”-nya. Ucapan itu disambut tenang oleh Ketua Saniri yang justru menantang RS untuk menyelesaikan seluruh dana senilai Rp150 juta lebih yang tak jelas juntrungannya.
Dari data yang dihimpun media ini, berikut adalah rincian dana yang diduga belum dipertanggungjawabkan:
- Sisa DD Tahap II 2023: Rp33.981.390
- Silva Pilkades ADD Tahap III 2022: Rp39.372.000
- Sisa upah kerja sumur bor: Rp23.600.000
- Pajak belanja DD & ADD (2022–2023): Rp32.730.500
- Pengembalian pinjaman kasie/kaur: Rp6.000.000
- Tunjangan mantan bendahara Ine Patti: Rp16.000.000
- Tunjangan mantan KPN Lentjie Latul: Rp3.500.000
- Total: Rp155.543.890
Angka fantastis untuk ukuran desa, yang menurut warga merupakan bentuk perampokan uang rakyat secara terang-terangan.
Menanggapi konflik tersebut, Raja Hans Nikijuluw mengambil langkah tegas dengan memberhentikan RS dan menyuratinya untuk segera menyerahkan laporan pertanggungjawaban. Sementara itu, Camat Saparua Timur, Aalid Pattisahusiwa, kepada media menyatakan pihaknya masih menunggu instruksi lebih lanjut dari Pemkab Maluku Tengah.
Masyarakat Negeri Ulath yang geram atas dugaan penggelapan ini mendesak agar Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Ambon di Saparua segera melakukan penyelidikan. Mereka tak ingin kasus ini sekadar jadi isu musiman tanpa ujung.
“Kami tidak mau uang rakyat dibiarkan raib. Ini bukan uang pribadi. Harus ada proses hukum yang jelas,” tegas salah satu tokoh masyarakat kepada Indolensa.
Skandal Dana Desa di Negeri Ulath bukan hanya soal angka. Ini adalah potret bobroknya pengelolaan keuangan publik di akar rumput. Kasus RS bisa jadi alarm bagi desa-desa lain: di era digital dan keterbukaan, korupsi di tingkat desa tak lagi bisa sembunyi.
