Polda Maluku Sikat PETI di Gunung Botak, Warga Adat Pasang Badan Lawan Mafia Tambang

AMBON, Indolensa – Polda Maluku kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di Gunung Botak, Pulau Buru. Dalam sepekan terakhir, tiga pelaku ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, menambah deretan panjang upaya hukum yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir.

Ketiga tersangka kini ditahan di “Hotel Prodeo” Polda Maluku, kawasan Tantui, Ambon. Proses penyidikan terus berjalan, dengan target pelimpahan tahap I ke kejaksaan dalam waktu dekat.

Informasi yang dihimpun Indolensa menyebutkan, sepanjang 2025 ini Ditreskrimsus Polda Maluku telah mengungkap enam kasus PETI di Gunung Botak, dengan total tujuh tersangka. Sementara dalam rentang 2021 hingga 2024, ada 17 kasus ditangani dengan total 26 pelaku.

Penegakan hukum ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat adat Pulau Buru. Kapsodin Ali Wael, Pimpinan Adat Soar Pito Soar Pa, menegaskan bahwa perjuangan Polri di medan berat seperti Gunung Botak tidak bisa berjalan sendiri.

“Kami warga Buru sangat mendukung langkah hukum yang diambil Polda Maluku dan Polres Buru. Ini langkah penyelamatan kampung halaman kami dari kehancuran lingkungan dan kerusakan moral,” tegas Ali Wael, Minggu (15/6/2025).

Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang menjadi dasar kuat penindakan hukum terhadap PETI. Namun ia juga mengingatkan, perjuangan ini tidak ringan.

“Akan selalu ada perlawanan balik dari mereka yang merasa terusik. Mereka akan menyebar fitnah, menggiring opini bahwa kepolisian tebang pilih, bahkan mendesak pencopotan Kapolda dan Kapolres,” kata Ali.

Ia menyebut manuver opini seperti itu datang dari oknum yang selama ini nyaman bermitra dengan para pelaku tambang ilegal.

“Seolah-olah Polisi tidak kerja, padahal mereka berjibaku. Sementara yang mencemari tanah kami malah dipertahankan. Ironi,” imbuhnya.

Ali juga menyoroti kompleksitas persoalan Gunung Botak. Tidak hanya tambang ilegal, tapi juga masalah perizinan, sengketa tanah adat, degradasi lingkungan, hingga konflik sosial.

“Ini tidak bisa diserahkan ke Polri semata. Pemerintah harus hadir menyentuh akar masalah secara utuh dan berkelanjutan,” tegasnya.

Solidaritas tokoh adat pun semakin menguat. Beberapa tokoh adat di Pulau Buru disebut siap membantu polisi dengan memberikan data dan informasi penting mengenai jaringan PETI di wilayah itu.

“Komitmen kami cuma satu: jangan biarkan bumi Bupolo dikeruk tanpa izin demi segelintir keuntungan. Kalau dibiarkan, yang menanggung derita adalah kami dan generasi setelah kami,” pungkas salah satu tokoh adat yang enggan disebut namanya.

Langkah tegas aparat dan keberanian warga adat menjadi bukti bahwa Gunung Botak tidak sendirian. Kini, perjuangan menyelamatkan Buru dari gurita PETI butuh dukungan dari seluruh elemen negara.