Ambon, Indolensa – Sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Provinsi Maluku mendatangi Komisi II DPRD Maluku untuk menyampaikan aspirasi terkait tragedi hilangnya dan meninggalnya pendaki asal Bogor, Firdaus Ahmad Fauzi, di kawasan Gunung Binaiya, dalam wilayah Taman Nasional Manusela.
Firdaus dilaporkan hilang sejak 26 April 2025 usai turun dari puncak Gunung Binaiya. Setelah pencarian yang melibatkan relawan dan masyarakat adat, jenazahnya akhirnya ditemukan dengan kondisi luka serius seperti patah tulang rusuk dan betis. Insiden ini memicu kemarahan publik, terutama kelompok mahasiswa dan komunitas adat yang menilai ada kelalaian dari pihak pengelola kawasan konservasi.
Dalam rapat dengar pendapat di ruang Komisi II DPRD Maluku, Kamis (22/5/2025), Aston Halamuri, perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) sekaligus representasi masyarakat adat Pegunungan Seram Utara, menyatakan bahwa kematian Firdaus bukan sekadar kecelakaan biasa.
“Kami mendesak Komisi II DPRD Provinsi Maluku segera memanggil Kepala Balai Taman Nasional Manusela untuk dimintai pertanggungjawaban. Pernyataan kepala balai yang meminta keluarga korban untuk ‘mengikhlaskan’ adalah bentuk pelepasan tanggung jawab yang tidak manusiawi,” ujar Aston.
Aston juga menyinggung soal peran masyarakat adat yang selama ini tinggal di kawasan itu jauh sebelum penetapan wilayah sebagai taman nasional. Ia menyebut bahwa ruang hidup mereka kini semakin terdesak oleh regulasi negara yang tidak berpihak.
Senada dengan itu, Sekretaris cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Maluku Hitinesi Hatue, menyoroti aspek teknis pendakian yang dinilai tidak memenuhi standar keselamatan.
“Semua prosedur pendakian telah dipenuhi almarhum dan timnya, termasuk biaya yang disetorkan ke Balai Taman Nasional. Namun, tidak tersedia fasilitas keamanan di jalur ekstrem seperti tali pengaman. Dari hasil otopsi, korban diduga kuat jatuh dari tebing, namun pihak balai justru enggan bertanggung jawab,” ujarnya.
Mahasiswa juga menilai pernyataan kepala balai yang menyarankan pencarian dihentikan dan keluarga ‘mengikhlaskan’ sangat tidak etis, terlebih ketika relawan dan warga lokal justru berhasil menemukan jenazah Firdaus lewat upaya mandiri dan ritual adat.
“Ini menunjukkan bahwa rasa kemanusiaan warga Maluku lebih tinggi dibandingkan pimpinan Balai Taman Nasional. Maka kami mendesak agar Kepala Balai Taman Nasional Manusela dicopot dari jabatannya,” tegas perwakilan KMHDI.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi dari Partai NasDem, menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan dan tuntutan mahasiswa. Ia mengingatkan agar dalam menyampaikan aspirasi, organisasi mahasiswa tetap menjaga akurasi dan legalitas.
“Kami harap aspirasi yang disampaikan tidak disalahgunakan atau membawa nama organisasi untuk kepentingan lain. Suratnya juga harus diperbaiki secara administratif agar dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur,” kata Irawadi.
Komisi II DPRD Maluku membidangi kehutanan dan lingkungan hidup. Mereka diharapkan segera memanggil Kepala Balai Taman Nasional Manusela untuk memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban atas pernyataan serta kelalaian dalam pengelolaan kawasan pendakian Gunung Binaiya yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
