Ambon, Indolensa – Ancaman terputusnya jalur vital di Pulau Seram kian nyata. Pergeseran tanah, longsor, dan kerusakan parah menghantam sejumlah ruas jalan nasional, terutama di titik-titik kritis seperti Sp. Waipia–Saleman dan Saleman–Besi. Ketiganya bukan hanya lintasan penghubung, melainkan tulang punggung pergerakan ekonomi dan sosial antara Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Timur.
Tak ingin kecolongan, Direktur Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah II Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, Rien Marlia, turun langsung meninjau lokasi kerusakan. Kunjungan ini dilakukan pasca Rapat Koordinasi Evaluasi Program Triwulan I Tahun Anggaran 2025 di Jakarta yang juga dihadiri BPJN Maluku.
Dalam tinjauannya pada 8–9 Mei 2025 di Pulau Seram, Rien mendapati kondisi lapangan yang mengkhawatirkan.
“Pergeseran tanah dan longsor di beberapa titik ini tidak bisa dianggap ringan. Meski efisiensi anggaran sedang diberlakukan melalui Inpres 01 Tahun 2025, kami tetap dorong agar ruas-ruas ini diusulkan menjadi prioritas pembiayaan pusat,” tegasnya.
Berdasarkan analisis teknis, terdapat tiga faktor utama penyebab kerusakan jalan di Pulau Seram:
- Faktor Geologi: Struktur tanah dan batuan yang mengalami retakan serta keberadaan sesar aktif menyebabkan turunnya kekuatan material. Air hujan masuk ke dalam rekahan, mempercepat proses pelapukan, dan memicu longsor.
- Faktor Morfologi: Sebagian besar wilayah Seram berupa perbukitan terjal dengan kemiringan ekstrem. Ini memperbesar tekanan gravitasi terhadap lereng, sehingga rentan runtuh, terlebih saat musim hujan intens.
- Faktor Fisik Wilayah: Curah hujan tinggi dan drainase yang tidak memadai mempercepat pelunakan tanah. Akibatnya, banyak badan jalan amblas dan tidak stabil secara struktural.
Ruas Waipia–Saleman kini tak hanya rusak—tetapi nyaris tak bisa dilalui di beberapa titik. Jalan tergerus, bahu jalan amblas, dan pergerakan tanah menciptakan patahan besar. Jika tak segera ditangani, ancaman terputusnya jalur ini akan berdampak sistemik.
“Ini bukan cuma masalah jalan. Ini soal bagaimana masyarakat mengakses sekolah, rumah sakit, distribusi pangan, dan ekonomi lokal,” ujar Kepala BPJN Maluku, Moch Iqbal Tamher yang mendampingi kunjungan lapangan.
Menyadari urgensi persoalan ini, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dan Ketua DPRD Maluku Benhur Watubun ikut bergerak. Pada 9 Mei 2025, mereka menemui langsung Menteri PUPR Dody Hanggodo di Jakarta, menyodorkan dokumen usulan prioritas infrastruktur Maluku, termasuk rehabilitasi jalan kritis di Seram.
Tak hanya itu, sebelumnya delegasi Maluku juga bertemu Menko Infrastruktur AHY, memperkuat jalur diplomasi anggaran melalui pendekatan kolaboratif lintas sektor.
Kini, BPJN Maluku tengah menyusun perencanaan teknis dan desain penanganan darurat untuk segera diusulkan. Rien Marlia menegaskan bahwa dokumen tersebut harus akurat dan terukur agar masuk dalam daftar proyek prioritas nasional.
“Ini soal menjaga denyut kehidupan Maluku. Pemerintah pusat harus hadir, bukan hanya lewat janji, tapi lewat tindakan nyata,” pungkas Gubernur Lewerissa.
Dengan karakter geografis yang rapuh dan bercorak kepulauan, Maluku menuntut perhatian lebih dalam pembangunan infrastruktur dasar. Bila akses darat terputus, masyarakat bukan hanya kehilangan jalan—tetapi kehilangan akses pada kehidupan itu sendiri.
