Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo, Dewan Pers: Ini Serangan Brutal terhadap Kebebasan Pers

Jakarta, Indolensa – Dunia jurnalistik Indonesia kembali diguncang aksi teror. Seorang wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana, menerima paket misterius berisi kepala babi, sebuah tindakan yang dinilai sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers.

Paket tersebut tiba di Kantor Tempo pada 19 Maret 2025 dan baru dibuka sehari kemudian oleh Cica, sapaan akrab Francisca, bersama rekannya Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran. Saat kotak kardus itu dibuka, bau busuk menyengat langsung menyelimuti ruangan. Kepala babi tersebut ditemukan dalam kondisi mengenaskan, dengan kedua telinganya terpotong.

Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, mengecam insiden ini sebagai bentuk teror terhadap kebebasan pers.

“Kami sedang menyiapkan langkah-langkah selanjutnya sebagai respons atas kejadian ini,” tegasnya dalam pernyataan tertulis, Kamis (20/3).

Dewan Pers: Ini Serangan terhadap Demokrasi!

Merespons kejadian ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dengan tegas menyebut pengiriman kepala babi sebagai tindakan premanisme dan kekerasan terhadap jurnalis.

“Teror ini tidak hanya menyerang jurnalis, tetapi juga kebebasan pers dan demokrasi itu sendiri. Negara harus bertindak!” ujar Ninik dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Dewan Pers menegaskan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, hukum menyediakan mekanisme hak jawab dan koreksi, bukan dengan ancaman brutal seperti ini.

“Tindakan ini melanggar hak asasi manusia dan mengancam hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar,” lanjut Ninik.

Indeks Kemerdekaan Pers Merosot Tajam

Aksi teror terhadap wartawan Tempo ini terjadi di tengah penurunan Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024, yang anjlok ke angka 69,36, turun dari 71,57 di tahun 2023.

Faktor ekonomi menjadi ancaman terbesar bagi kebebasan pers dengan skor 67,74, disusul oleh tekanan hukum (69,44) serta kondisi politik dan fisik (70,06).

“Angka ini membuktikan bahwa pers nasional tidak sedang baik-baik saja. Jika tindakan teror seperti ini dibiarkan, maka jurnalis semakin sulit bekerja dengan aman,” kata Ninik.

Pers Harus Melawan, Negara Harus Bertindak!

Dewan Pers menyerukan agar jurnalis tidak takut dan tetap profesional dalam menjalankan tugasnya. Ninik juga mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera mengusut kasus ini hingga tuntas.

“Jika dibiarkan, teror terhadap jurnalis akan menjadi senjata untuk membungkam kebebasan berbicara,” ujarnya.

Sementara itu, Tempo memastikan akan mengambil langkah hukum guna mengungkap dalang di balik teror ini.

Kasus ini kembali menegaskan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih menghadapi ancaman serius. Jika negara gagal melindungi jurnalis, maka siapa yang akan berbicara untuk kebenaran?