Skandal di Yonif 733/Masariku: Dugaan Penelantaran, Pelecehan, dan Disiplin Longgar di Tubuh TNI

Ambon, Indolensa – Isu ketidakdisiplinan dan dugaan pelanggaran moral kembali mencuat di lingkungan Yonif 733/Masariku setelah seorang perempuan dengan akun TikTok @moms_eleanor mengungkapkan kisahnya terkait seorang anggota TNI berinisial N berpangkat Pratu. Dalam curahan hatinya, ia menuduh N tidak bertanggung jawab atas kehamilannya, bahkan mendorongnya untuk menggugurkan kandungan.

Menurut keterangan yang beredar, hubungan keduanya bermula pada 2023. Pada Februari 2024, korban mengaku hamil dan memberitahukan hal tersebut kepada N. Namun, respons yang diterimanya justru permintaan untuk menggugurkan kandungan. Akibat berbagai tekanan, korban mengalami keguguran saat kandungan berusia dua bulan. Yang lebih menyakitkan, ia mengaku mengalami pendarahan selama lima jam tanpa bantuan dari N, yang beralasan sedang bertugas.

Tak berhenti di situ, pada Juli 2024 korban SO kembali hamil dan kembali diberi respons yang sama. N diduga menolak bertanggung jawab dan berdalih bahwa anak di luar nikah tidak akan mendapatkan tunjangan dari institusi. Ironisnya, meski korban membutuhkan dukungan finansial dan medis selama kehamilan, ia hanya diberikan uang Rp90.000 oleh N, yang dinilainya jauh dari cukup untuk biaya pemeriksaan kandungan dan kebutuhan gizi ibu hamil.

Sementara itu, perbincangan antara korban SO dan seorang letting (rekan satu angkatan) N yang berinisial SY semakin memperlihatkan budaya pembiaran dalam institusi ini. Dalam tangkapan layar yang beredar, SY menanggapi persoalan korban dengan pernyataan yang terkesan meremehkan:

“N ada paksa se atau tidak? Sama-sama mau to? Karena kamong dua pacaran. Kalo se minta N bayar se harga diri, sampaikan ke beta se mau berapa. Seng perlu dipanjang-lebar sampai semua orang tau.”

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pola pikir dan sistem di internal batalyon yang seolah membiarkan atau bahkan menormalisasi perilaku tidak bertanggung jawab terhadap perempuan.

 

Kasus Lain Yang Mencoreng Institusi Di Waktu Yang Sama

Dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran disiplin juga mencuat terkait seorang Komandan Barak (Danbarak) berpangkat Kopda berinisial MU. Alih-alih menjadi panutan bagi prajurit di bawahnya, MU diduga kerap meninggalkan barak untuk tidur di rumah pacarnya dan kembali di pagi hari. Ia juga diduga menghamili seorang perempuan, menyebabkan keguguran, serta melakukan kekerasan dalam hubungan.

Kasus MU sebelumnya disebut pernah “diselesaikan” secara kekeluargaan dengan ganti rugi Rp50 juta, tanpa ada konsekuensi nyata dalam institusi. Namun, alih-alih belajar dari kesalahannya, MU kembali mengulangi perbuatannya, kali ini dengan janji akan bertanggung jawab setelah kembali dari tugas Satgas.

Laporan-laporan ini juga menyoroti lemahnya pengawasan di barak bujangan Yonif 733/Masariku. Berbeda dengan lingkungan TNI AL yang memiliki kontrol ketat terhadap anggotanya, banyak prajurit TNI AD di batalyon ini diduga keluar-masuk barak hingga larut malam tanpa pengawasan.

Sejumlah prajurit diduga kerap mengunjungi tempat hiburan malam, mengonsumsi minuman keras, bahkan menggunakan kendaraan dinas untuk tujuan di luar tugas resmi. Lebih buruk lagi, berbagai kasus seperti ini kerap berakhir dengan transaksi ganti rugi antara Rp50 juta hingga Rp100 juta, tanpa ada tindak lanjut hukum yang jelas.

Salah satu kasus yang mencuat adalah keterlibatan seorang wanita berinisial N, yang disebut sering melaporkan prajurit dengan berbagai tuduhan. Namun, laporan-laporan tersebut diduga selalu berujung pada penyelesaian uang, bukan tindakan hukum tegas. Bahkan, ada laporan yang melibatkan anak seorang Wakapolres, yang kembali “diselesaikan” dengan ganti rugi finansial tanpa konsekuensi nyata bagi pelaku.

Sementara itu, Kapendam XV/Pattimura, Kolonel Inf Heri Krisdianto, ketika dikonfirmasi mengenai kasus ini menyampaikan bahwa pihaknya akan mengumpulkan fakta terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan.

“Baik, terima kasih infonya. Saya akan kumpulkan keterangan terkait kebenaran sesuai fakta-fakta masalah tersebut, nanti akan kami infokan.”

Pernyataan ini membuka harapan bahwa institusi akan melakukan investigasi serius terhadap dugaan pelanggaran yang mencoreng citra TNI, khususnya Yonif 733/Masariku.

Jika benar terjadi, perbuatan yang dituduhkan kepada oknum prajurit ini dapat melanggar berbagai peraturan, baik dalam hukum umur maupun hukum militer.

  1. Pasal 284 KUHP – Mengatur tentang perzinahan yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi anggota TNI yang telah menikah dan melakukan hubungan di luar nikah.
  2. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 – Mengatur tentang kekerasan terhadap perempuan, yang meliputi pemaksaan aborsi atau penelantaran ibu hamil.
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) Pasal 103 – Mengatur bahwa anggota militer yang melanggar perintah atau disiplin dapat dikenakan hukuman.
  4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer – Mengatur sanksi terhadap prajurit yang melanggar norma keprajuritan dan mencoreng nama institusi.

Kasus-kasus seperti ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana TNI, khususnya Yonif 733/Masariku, menangani disiplin prajuritnya. Jika terbukti benar, institusi ini memiliki kewajiban untuk tidak hanya memberikan sanksi internal, tetapi juga menyerahkan oknum-oknum yang terlibat ke jalur hukum yang sesuai.

Masyarakat menunggu langkah tegas dari komando tertinggi TNI AD dalam menangani skandal ini. Tanpa tindakan yang nyata, citra institusi pertahanan negara ini akan terus tercoreng oleh ulah oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenangnya.