Kabupaten Buru, Indolensa – Gunung Botak kembali menelan korban. Longsor yang terjadi pada Sabtu (8/3/2025) sekitar pukul 05.30 WIT menewaskan tujuh orang dan melukai enam lainnya. Tragedi ini menambah daftar panjang korban akibat tambang emas ilegal yang terus beroperasi di bawah bayang-bayang lemahnya pengawasan aparat keamanan.
Kawasan yang seharusnya steril dari aktivitas tambang ilegal ini justru masih dipadati penambang liar. Operasi penertiban kerap dilakukan, tetapi selalu bersifat sementara, seakan hanya formalitas. Siapa yang bermain di balik mandulnya pengamanan? Mengapa tambang ilegal tetap eksis meski sudah dinyatakan zona larangan?
Korban Jiwa Bertambah, Aparat Dimana?
Berikut identitas korban meninggal dunia:
- Isra (51) – Penambang, asal Ternate.
- Sarbia (49) – Ibu rumah tangga, asal Ternate.
- Iman (8) – Anak dari Isra dan Sarbia, asal Ternate.
- Henda L. – Penambang, asal Sunda/Cimahi.
- Judin – Penambang, asal Manado.
- Badrun (41) – Penambang, asal Ternate.
- Korban belum teridentifikasi.
Selain korban tewas, enam orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk patah tulang akibat tertimpa material longsor.
Menurut saksi mata Ikram Boko, yang saat kejadian berada di warungnya, longsor terjadi akibat derasnya aliran air dari tebing di atas tambang ilegal.
“Saya dengar suara air sangat deras dari atas tebing, lalu tiba-tiba tanah dan batu runtuh menghantam tenda dan warung di bawahnya,” ujar Ikram.
Para penambang yang selamat berusaha menggali korban dengan alat manual, tetapi upaya penyelamatan memakan waktu hingga tiga jam. Ketika ditemukan, para korban sudah tidak bernyawa, diduga kehabisan oksigen akibat tertimbun material longsor.
Gunung Botak telah lama dinyatakan sebagai zona larangan bagi aktivitas tambang ilegal. Namun, fakta di lapangan berkata lain. Penambang tetap berdatangan, bahkan setelah aparat melakukan penyisiran dan menutup lokasi.
Rekam jejak bencana akibat tambang ilegal di Gunung Botak:
- 22/10/2020: Dua orang kakak-beradik tewas kehabisan oksigen di lubang galian tambang.
- 21/11/2022: Tiga penambang tewas tertimbun longsor, satu orang selamat.
- 04/06/2022: Satu penambang tewas akibat runtuhan tanah dan batu.
- 15/05/2024: Pengamat hukum menilai Polres Buru gagal melakukan penyisiran besar-besaran.
- 20/10/2024: Dua penambang ilegal tertangkap saat beraktivitas di Gunung Botak.
Tambang ilegal ini bukan hanya merenggut nyawa, tetapi juga menghancurkan lingkungan dan diduga menjadi jalur masuk obat terlarang ke Kabupaten Buru.
Aparat Lalai atau Ada yang Bermain?
Keamanan Gunung Botak berada di bawah kewenangan Polres Buru dan Polda Maluku, dengan dukungan Kodim 1506/Namlea dan Kodam XVI/Pattimura. Beberapa kali Brimob diterjunkan untuk menertibkan lokasi, tetapi hasilnya selalu sama: penambang kembali datang setelah aparat mundur.
Pertanyaannya, apakah ini hanya kelalaian, atau ada pembiaran yang disengaja?
Dugaan bahwa ada oknum yang bermain di balik lemahnya pengawasan semakin menguat. Jika kepolisian benar-benar serius ingin memberantas tambang ilegal, mengapa hingga kini Gunung Botak masih dikuasai penambang liar?
Jangan Tunggu Korban Bertambah, Aparat Harus Bertindak!
Tragedi ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah dan aparat keamanan. Berapa nyawa lagi yang harus melayang sebelum ada tindakan konkret?
Pihak kepolisian telah mengimbau agar seluruh aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak dihentikan. Namun, tanpa penegakan hukum yang tegas dan berkelanjutan, imbauan itu tidak lebih dari sekadar retorika.
Masyarakat kini menunggu apakah pemerintah dan aparat benar-benar berani menutup Gunung Botak dari tambang ilegal, atau tragedi seperti ini akan terus berulang?