Simalungun | ILC – Polemik melanda Nagori Panombea Huta Urang, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, terkait program ketahanan pangan. Warga setempat memprotes keterlambatan distribusi pupuk yang didanai melalui Dana Desa (DD) Tahun Anggaran (TA) 2024. Selain itu, mereka menduga pupuk yang dibagikan merupakan produk palsu.
Menurut warga, bantuan ketahanan pangan yang dijanjikan pemerintah desa tidak kunjung disalurkan sepanjang tahun 2024. Hal ini memicu protes warga pada Rabu (22/1/2025). Setelah protes dilayangkan, Pangulu (Kepala Desa) Pranciskus Siallagan, S.H., baru mendistribusikan pupuk kepada masyarakat.
“Kami melihat desa tetangga sudah menerima bantuan tahap pertama, tetapi kami di Panombea Huta Urang belum pernah menerima hingga akhir Desember 2024. Karena itu kami protes ke Pangulu,” ungkap salah seorang warga kepada media.
Protes warga tidak hanya soal keterlambatan distribusi, tetapi juga terkait kualitas pupuk yang diterima. Bantuan yang seharusnya berupa pupuk NPK Mutiara ternyata digantikan dengan pupuk bermerek “PHOSKA”. Warga mencurigai pupuk tersebut palsu karena sejumlah kejanggalan, seperti:
Tidak terdapat barcode pada kemasan.
Nama merek yang benar seharusnya “PHONSKA”, bukan “PHOSKA”.
Tidak ada keterangan alamat distributor.
Tekstur pupuk mudah hancur dan terasa sakit saat digenggam.
Warna pupuk terlihat kusam dan rasa tidak asam pekat seperti pupuk asli.
Warga juga membeberkan bahwa dari data pagu anggaran sebesar Rp171.257.200, harga pupuk per sak dipatok Rp730.000. Dengan jumlah 185 kepala keluarga, seharusnya ada 220 sak pupuk yang didistribusikan. Namun, warga hanya menerima total 74 sak, sehingga diduga terdapat ketidaksesuaian dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Ini jelas tidak sesuai. Kami menduga Pangulu tidak membelanjakan anggaran sesuai jumlah yang tercantum,” tegas salah seorang warga dengan nada kesal.
Saat dimintai tanggapan, Pangulu Pranciskus Siallagan, S.H., membantah tuduhan yang dilayangkan warga. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan distribusi pupuk disebabkan oleh faktor teknis dari pihak distributor.
“Saya akui penyaluran program ketahanan pangan baru dilakukan Januari 2025. Pembelian pupuk sebenarnya sudah dilakukan pada Desember 2024, tetapi distribusi ke Nagori baru bisa dilakukan awal Januari 2025 karena keterlambatan pengiriman dari distributor,” ujarnya.
Terkait tuduhan mengenai keaslian pupuk, Pangulu tidak memberikan penjelasan mendalam, tetapi berjanji akan memverifikasi ulang produk yang telah diterima masyarakat.
Meski sudah ada klarifikasi, warga masih merasa belum puas. Mereka meminta pihak berwenang, termasuk Inspektorat Kabupaten Simalungun, untuk turun tangan menyelidiki dugaan penyelewengan anggaran dan memastikan keaslian pupuk yang telah disalurkan.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan dalam pengelolaan Dana Desa, yang seharusnya menjadi solusi bagi ketahanan pangan masyarakat, tetapi malah menimbulkan keresahan.
Red : (Arif/ Team)