Jakarta, INDOLENSA.com,-
Sidang Perkara dugaan tindak Pidana Perbankan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, memasuki babak baru. Kamis, 21/11/2024
Hal ini setelah Perkara yang sangat menyita perhatian publik kembali disidangkan.
Terdakwa ES sebagai direktur PT. S3 dan RH selaku direktur Latif Mubarok yang telah ditahan semenjak bulan Juni 2024, kembali dihadirkan dalam persidangan.
Para saksi yang berasal dari pihak Bank Radana Bhaskara Finance yang berkantor di CIBIS Simatupang Cilandak, Jakarta selatan, dan juga terdapat saksi dari beberapa debitur lainnya.
Pada persidangan kali ini, jaksa menghadirkan pelapor yakni Suharyanto yang terungkap menjabat sebagai kolektor bukan direktur PT. Radana atau bahkan selaku korban, dan saksi Bun dan Agus selaku mantan debitur dari PT Radana.
Pada saat sessi tanya jawab kesaksian, saksi pelapor Suharyanto alias Ari sangat minim pengetahuan tentang pencairan kredit, dia hanya tau ada kredit macet di PT Latif Mubarok yang harus ditagih.
Hakim yang diketuai Afrizal Hady, SH.,MH., mencecar pertanyaan kepada pelapor karena pelapor lebih banyak menjawab gak tau ketika ditanya hakim, padahal posisi nya sangat penting dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan yang dia laporkan, tapi suharyanto tidak menguasai materi yang dia laporkan.
Untuk tiga saksi setelahnya, yaitu Maya dari PT Radana, Agus dan Bun Santoso, menurut penasehat hukum para terdakwa tidak mempunyai korelasi dengan perkara ini, karena sangat minim ketersingungan dengan PT Latif Mubarok serta tidak berkompeten.
Suhendar SH MM dari Lembaga Hukum Indonesia (LHI), Salah satu Kuasa Hukum dari para terdakwa mengatakan kepada media ini tentang alur sidang lanjutan ini.
Perkara ini seharusnya perkara perdata, yang ditarik keranah Pidana.
Kedudukan Terdakwa ES dan RH merupakan debitur dari perusahaan Pembiayaan PT. Radana Bhaskara Finance. Ujar Suhendar, SH.MM.
Hal ini pun ditambahkan oleh advokat senior Edy Tjahjono, SH, menegaskan bahwa sejatinya perkara ini merupakan perkara perdata.
Semenjak perkara ini dilakukan pemeriksaan dikepolisian polda metro jaya, kita sudah menyampaikan kepada penyidik, bahwa sesuai UUD HAM, seseorang tidak tidak dapat dijatuhkan kurungan penjara akibat ketidak-mampuan membayar angsuran.
Dan penyidik melanggar pasal 63 ayat 2 KUHPidana juonto asas Lex specialis derogat legi generalis jelas bahwa penyesatan peradilan.
Perkara aquo ini jelas mengandung perkara perdata antara debitur dengan kreditur perusahaan timbul keterangan saksi acharge dari JPU cacat hukum atau keterangan palsu. Ujarnya.
Seperti diketahui, perkara ini bermula dari macetnya pembayaran kredit PT Latif Mubaroq kepada PT. Radana Bhaskara Finance dan berujung pada pelaporan.
Kini, perkara ini telah resmi didaftarakan sebagai perkara pidana Penipuan Perbankan dan memasuki ranah peradilan serta berproses di PN Jakarta Selatan.
(Red)