Ambon, Indolensa – Sejumlah pedagang Kaki Lima (PKL) korban penggusuran Pasar Lama di Jalan Pala, Kecamatan Honipopu, Kota Ambon, Maluku mendatangi Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku terkait dugaan korupsi penyalahgunaan pembangunan Pasar Lama.
Pantauan di lokasi, pedagang sempat didampingi Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Maluku Muhammad Marasabessy tiba di Gedung Kejaksaan Tinggi Maluku di Jalan Sultan Hairun pada Selasa, (19/3/24) sekitar pukul 14:00 WIT.
Mereka membawa sejumlah dokumen terkait dugaan korupsi pematokan harga lapak yang bervariasi mulai dikisaran harga Rp5 juta hingga Rp28 juta per lapak.
Mereka menilai harga yang dipatok Pemkot Ambon terbilang tinggi dan terindikasi korupsi. Mereka berharap laporan yang dilayangkan bisa secepat direspons Kejati Maluku.
Ketua IKAPPI Maluku Muhammad Marasabessy mengatakan pedagang terpaksa membuat laporan kepada Kejati Maluku karena ada dugaan praktik korupsi di pasar lama.
Pedagang, kata dia sempat membayar harga lapak kepada Dinas Pendapatan (Disperindag) Kota Ambon namun mereka hanya mendapat kwitansi tanpa dibubuhi dengan kelengkapan resmi seperti cap dan materai.
Ini, kata dia membuat pedagang mulai curiga ternyata harga lapak yang dipatok sebenarnya bukan harga yang sebenarnya yang di tentukan oleh Pemkot Ambon namun dipatok oleh oknum-oknum dinas terkait.
“Kami dan pedagang melapor masalah ini karena ada praktik kotor korupsi di pasar lama, biaya yang cukup tinggi,”ujarnya saat dihubungi, Minggu, (24/3/24).
Kejati Maluku Respons Laporan Dugaan Korupsi Pasar Lama :
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku merespons cepat laporan dugaan korupsi pematokan harga lapak di Pasar Lama di Jalan Pala, Kecamatan Honipopu, Kota Ambon. Staf Kejati Maluku mengatakan pihaknya sedang telaah dokumen dugaan korupsi yang dilaporkan pedagang pada Selasa (19/3/24) lalu.
“Kami sudah telaah laporan tersebut yang dilaporkan oleh pedagang,”kata seorang staf Kejati Maluku.
IKAPPI Maluku lantas meminta perhatian serius dari Kejati Maluku untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang dipraktikkan oleh oknum Dinas Pendapatan Kota Ambon dan pihak ketiga pengelola pasar lama.
IKAPPI menilai pedagang semalam ini menjadi korban pemerasan oleh oknum-oknum Disperindak Kota Ambon yang kongkalikong dengan pihak ketiga terkait besaran harga lapak.
“pedagang selalu menjadi sapi peras yang dilakukan oknum dan pihak ketiga selama ini,” kata Ketua IKAPPI Maluku, Muhammad Marasabessy saat dihubungi, Minggu (24/3/24).
PJ Wali Kota Ambon Bodewin Wattimena Bungkam :
Pj Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena memilih bungkam terkait dugaan praktik korupsi yang dilakukan anak buahnya di pasar lama.
Pedagang, kata Marasabessy sempat mengirim surat kepada Pj Walikota terkait pertemuan namun Bodewin memilih bungkam dan meminta pedagang segera berurusan dengan dinas terkait dalam hal ini Disperindag Kota Ambon.
Sejauh ini, kata Marasabessy pegawai Disperindag yang ditemui namun kerap kali beralasan kepala dinas sedang bertugas diluar daerah.
“Sampai saat ini IKAPPI tidak pernah dipanggil dari pihak dinas untuk audiens, kami mau tanyakan soal kejadian yang terjadi di pasar lama,”tuturnya.
Mereka menilai Kadisperindag Kota Ambon yang bertugas diluar daerah hanya sebuah skenario belaka sehingga seakan-akan publik tidak mengetahui soal korupsi di pasar lama. Mereka berharap Kejati Maluku segera mengusut tuntas praktik korupsi dilingkup Disperindag Kota Ambon terkait harga lapak di pasar lama.
Mereka juga membantah tuduhan Kepala Dinas Disperindag Kota Ambon yang mengklaim seluruh pedagang sudah melakukan undian lapak setelah disepakati bersama pihak ketiga.
“Apa yang disampaikan kadisperindag itu bohong karena yang undi bukan pedagang pasar lama namun pedagang diluar pasar lama, masa yang didata 50 orang namun cuma 14 orang saja yang diundi,”imbuh dia.
“Kami rasa ini sudah menyalahi aturan terlalu banyak kejanggalan. Anehnya, lahan itu kan milik Pemkot kenapa harus diberi kewenangan buat pihak ke tiga yang menentukan harga bilik dan kalau pihak ke tiga uang masuk mana harusnya pemerintah yang mengatur sehingga dapat bertanggung jawab lewat sebuah Adminitrasi Daerah ini kan asset pemerintah,”kesalnya.
Ia lantas mempertanyakan perjanjian kerja antara Pemkot Ambon dan pihak ketiga apakah sempat melewati sebuah pembahasan di DPRD Kota Ambon terkait harga lapak.
“Kalau ada perjanjian kerja dengan pihak ketiga apa sudah lewat sebuah pembahasan DPRD degan pemerintah untuk sebuah pembangunan lapak. Kan, harus diatur lewat Dinas PU sesuai dinas teknis diatur perencanaannya terus di bahas di DPRD lewat kesepakatan DPRD dan pemerintah lalu dibuat lelang,”tambah dia menjelaskan.
“Terus kalau kerja juga mustinya ada papa proyek tapi tidak ada, hemat kami ini modus lama yang dimainkan oleh pihak ketiga dengan oknum dinas,”katanya.
” Sudah salah prosedur semua siap yang mau jadi korban dalam hal ini kami pedagang tidak mau kami sudah panjar tempat kami diambil orang ini persoalan yang harus dituntaskan jangan pikir kami rakyat kecil. Ingat gaji bapak-bapak itu dari sebagian retribusi pajak yang kami bayar,”cetusnya.
Ia mengklaim pedagang kerap kali menjadi korban pemerasan baik dari oknum dinas maupun pihak ketiga yang diberi kewenangan oleh Pemkot Ambon untuk mengelola pasar lama.
“Kami tidak mau pihak ke tiga menipu kami dengan cara ini, mereka bilang begini ibu-ibu panjar sudah biar tempat jualan aman dan tidak diambil orang,”pungkasnya.