Cawapres Gibran Sambangi UMKM Dan Komunitas Ambon

Maluku, Indolensa – Calon Wakil Presiden No.Urut 02 Gibran Rakabumi Raka melaksanakan pertemuan dengan komunitas dan pegiat Ekonomi Kreatif di Maluku, yang bertempat di Red Brick Cafe & Resto Karang Panjang Kelurahan Amantelu Kecamatan Sirimau Ambon, Senin (08/01/24), pukul 13.50 WIT.

Tema dalam pertemuan “Gibran Mendengar”, serta turut hadir dalam kegiatan tersebut antara lain : Ketua TKD Prabowo-Gibran Provinsi Maluku yaitu Hendrik Lewerissa SH, LLM, Sekertaris TDK Semi Talaohu, Ketua Umum DPD Projo Maluku Agustinus Pical, Direktur Ambon Musik Office (AMO) Ronny Loppies, Relawan Prabowo-Gibran, Komunitas, Pengiat Ekonomi Kreatif yang berjumlah 100 orang.

Bacaan Lainnya

Bukan hanya itu saja Putra bungsu Presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Surakarta itu ditemani beberapa pesohor, misalnya Raffi Ahmad dan Karin Novilda atau Awkarin.

Kunjungan Cawapres No urut 02 GIBRAN RAKABUMING RAKA tiba di Red Brick Cafe & Resto dan langsung menuju stan-stan UMKM telah disediakan dalam lokasi.

Selain pengembangan ekonomi kreatif, Gibran menuturkan, akses barang dan logistik di wilayah Maluku perlu pembenahan. Hal ini penting untuk menekan harga barang di provinsi tersebut. Gibran juga berjanji menyelesaikan permasalahan tengkes atau stunting yang masih mendera Maluku.

Mengacu pada Studi Status Gizi Indonesia tahun 2022, prevalensi tengkes di Maluku tercatat sebesar 26 persen. Sementara itu, pemerintah pusat menargetkan prevalensi tengkes di Indonesia pada 2024 berada di angka 14 persen.

”Barang-barang masih serba mahal di sini sehingga perlu konektivitas. Kemiskinan dan tengkes juga masih banyak, hal ini perlu jadi fokus semua,” ujar cawapres pendamping Prabowo Subianto itu.

Minim infrastruktur
Dalam pertemuan dengan Gibran, Direktur Ambon Music Office Ronny Lopies menyatakan, musik merupakan kesenian yang melekat dalam budaya masyarakat Maluku, khususnya Kota Ambon. Aktivitas masyarakat di kota ini banyak digerakkan oleh musik.

Bahkan, pada 2019, Ambon dinobatkan sebagai Kota Musik oleh UNESCO. Ambon menjadi satu dari 75 kota di seluruh dunia yang mendapat gelar ini.

Namun, minimnya infrastruktur, seperti panggung dan ruang terbuka, membuat ruang untuk mengenalkan hasil karya musisi Ambon menjadi terbatas. Padahal, menurut Ronny, untuk memelihara budaya musik di Ambon, harus ada pertunjukan secara rutin.

Selain itu, meski telah ditetapkan sebagai Kota Musik pada 2019, Ambon baru mendapatkan bantuan serta pengakuan dari pemerintah pusat pada 2021. Hal ini menunjukkan pengembangan musik di Ambon masih membutuhkan dukungan kuat dari pemerintah dan pihak terkait.

”Musik harus bisa menjadi penggerak dan pemantik kemajuan kota Ambon. Budaya bermusik jadi kekuatan yang membuat Ambon berbeda dengan kota lain, tetapi infrastruktur masih kurang. Kita harus percaya bahwa membangun budaya itu juga membangun kota,” ucap Ronny.

Pelukis muda asal Ambon, Taher Sahia, menuturkan, mahalnya biaya barang dan jasa turut menghambat pengembangan seni di kota itu. Taher mencontohkan, dirinya bersama beberapa teman berencana memproduksi buku untuk mengenalkan budaya dan kesenian Maluku kepada anak-anak. Namun, mahalnya biaya percetakan menjadi kendala untuk melanjutkan proses ini.

”Apabila dicetak di Pulau Jawa juga sama mahal karena tingginya biaya pengiriman. Hal-hal ini menyulitkan kita dalam menciptakan karya. Padahal, karya ini sebagai upaya menjaga perdamaian di Maluku,” ujarnya.

Ambon punya potensi yang besar juga. Harus ada pusat kreatif (creative hub) yang secara rutin menggelar pentas kesenian seperti di sana.

banner banner

Pos terkait