Apresiasi Putusan MKMK, PP GMKI: Harusnya Pemberhentian Hakim, Tak Hanya Ketua Saja

Jakarta indolensa.com – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) mengapresiasi putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.

Diketahui, MKMK telah menerima 21 laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Bacaan Lainnya

“Dalam putusannya, MKMK menyatakan Ketua MK terbukti melakukan pelanggaran etik berat atas uji materi perkara,” ungkap Sekretaris Umum PP GMKI Artinus Hulu dalam keterangannya pada Kamis, 9 November 2023.

Meski begitu, Hulu sapaan akrab Artinus Hulu, menilai bahwa putusan ini belum sepenuhnya mengobati rasa keadilan dan kepatutan.

“Ketua MK terbukti lakukan pelanggaran berat. Sanksinya PDTH. Justru menjadi pertanyaan jika hukuman yang diberikan hanya pemberhentian terhadap statusnya sebagai ketua,” ungkap Hulu.

Menurut Hulu, sesuai dengan sanksi yang diberikan, Anwar Usman harusnya diputus pemecatan sebagai hakim konstitusi.

“Seharusnya jangan setengah-setengah. Interpretasi hukum yang diterapkan sesuai dengan aturan Peraturan MK tentang MKMK mengapa sebatas pemberhentian jabatan,” ungkap mahasiswa pascasarjana UI tersebut.

Hal ini sejalan dengan ungkapan dissenting opinion yang disampaikan Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan R Saragih.
Merunut pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana diungkapkan Bintan bahwa terlapor Ketua MK seharusnya diberhentikan sebagai hakim konstitusi.

Meski begitu, PP GMKI menilai putusan ini tetap menjadi langkah yang baik untuk  menjaga marwah hukum dan konstitusi di Indonesia.

Sebagai penjaga gawang konstitusi, MK harus menjadi cerminan kepastian hukum di Tanah Air.

“MK hadir untuk menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Setidaknya ini langkah yang baik, dari pada tidak sama sekali,” sebut Hulu.

Pelanggaran Ketua MK 

Diketahui, jika Ketua MK memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden Jokowi, Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.
Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan aturan yang terkait dengan persoalan kekerabatan ini.

“UU tersebut dengan tegas menjelaskan tindakan yang harus dilakukan jika hakim punya hubungan kekeluargaan. Seharusnya tidak ada alasan Ketua MK untuk ikut serta,” lanjutnya.

Tetapi, dalam perjalananya, Anwar tidak mengundurkan diri dan justru terlibat didalam pengambilan keputusan pada perkara tersebut.

Harapan GMKI 

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar pemilihan ketua baru pengganti Anwar Usman.
Pemilihan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor Nomor 2/MKMK/L/11/2023.
Melalui penggelaran rapat yang berlangsung secara tertutup tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi untuk masa jabatan 2023 – 2028.

GMKI berharap bahwa Ketua MK yang baru kedepannya dapat menghadirkan kepastian hukum dalam setiap tindakan dan keputusan yang dibuat.

“Preseden buruk dan cacat yang dilakukan eks Ketua MK biarlah menjadi pengingat pentingnya penegakan konstitusi tanpa pandang bulu,” tegas Sekretaris Umum PP GMKI.

GMKI berharap Suhartoyo dapat hadirkan kepemimpinan yang menjaga maruah yudikatif juga bersikap adil dan tegas.

Amar Putusan MKMK
Berikut amar putusan lengkap MKMK:
1. Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan
2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor
3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2×24 jam putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan

4. Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir
5. Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

 

( Haposan Simanjuntak) 

banner banner

Pos terkait