Pemuda Sampah di Tahun Politik

Oleh : Aditya Fenra, Manajer Sekolah Kita Menulis (SKM) Cabang Aceh Tenggara

Banyak hal yang bisa kita simpulakan dalam kalimat generasi sampah di tahun politik apalagi pada saat menjelang pesta demokrasi di tahun 2024. Banyak pemuda di momen politik ini, saling sikut-menyikut bahkan saling menjilat untuk kepentingan pribadi yang mengatasnamakan perjuangan rakyat dan mensejahterakan rakyat.

Para pemuda sampah ini terus menggiring dan menjual kandidat yang mereka usung, dengan dalih-dalih kandidat tersebutlah yang akan nantinya menyuarakan hak-haknya rakyat, dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat melalui kursi hangatnya nantinya, dan bahkan mereka secara tidak langsung siap menjadi antek-antek dari kandidat tertentu, demikianlah posisi yang dimaksud sebagai pemuda sampah.

Bacaan Lainnya

Dalam pergulatannya, pemuda sampah ini terus menutupi kualitas yang tak layak dari kandidat yang mereka usung, bahkan setelah kandidat yang mereka usung menang dalam pesta demokrasi nantinya, di situlah pemuda-pemuda sampah ini, membuat deal-deal kepada kandidat yang mereka usung untuk memperkaya dirinya secara pribadi, bukan lagi seperti awal mula kampanye yang mereka jual terhadap masyarakat, yakni; untuk menjaga amanah rakyat.

Ada pula pemuda yang begitu tidak acuh tak acuh dalam pesta demokrasi, mereka hanya menantikan keuntungan pribadi pula dalam memilih kandidat dalam pesta demokrasi, seperti uang sogok dari kandidat untuk memilihnya secara langsung pasca penjoblosan hak suara. Begeniilah generasi sekarang (generasi sampah) yang menganggap pesta demokrasi itu hanyalah mainan di antara keuntungan kandidat.

Karakter acuh tak acuh seperti ini juga bagian dari pemuda sampah. Biasanya telah didoktrin dari pasukan atau gerbong kandidat itu sendiri, merekalah yang membagi-bagikan uang untuk para pendukungnya, dan banyak pemuda sampah yang tidak ingin belajar waras dan berkeadaban dalam berpolitik di setiap perhelatan politik lima tahunan dari masa ke masa.

Pola yang sama buruknya dari tahun ketahun terus terjadi. Yang diperjuangkan bukanlah untuk kemaslahatan bangsa, melainkan hanya untuk kepentingan pribadinya. Pemuda yang berkecimpung dalam dunia politik dalam lingkaran seperti ini, bahkan tidak ingin memperbaiki dari pola politik kotor di masa sebelumnya, alih-alih memperbaiki, justru memperparah politik kotor itu dengan cara menipu rakyat dan mengklaim seolah-olah kepentingan rakyat. Pemuda seperti inilah yang bisa kita sebut dengan pemuda sampah di tahun politik. Dalam benaknya selalu tertanam “uang dan uang” tanpa memikirkan rakyat dan bangsa saat ini dan di masa yang akan dating.

Ada pula pemuda yang menolak praktik politik pemuda sampah dengan mendukung kandidat mereka menjual kandidat mereka sesuai aspirasi rakyat. Mereka betul betuk menjual kandidat mereka dengan kualitas yang mumpuni tanpa ada menutupi kekurangan kandidat yang mereka dukung, bahkan kekurang kandidat tersebut mereka benahi dari ide-ide cermerlang mereka.
Keberadaan pemuda yang berpolitik secara sehat ini kebanyakan dikucilkan oileh kalangan pemuda sampah, bahkan gunjingan itu menjadi sebuah keyakinan berpolitik bahwa tanpa uang sogokan dan mejual kandidat yang kaya raya serta mafia tidak akan menang.

Begitulah gelanggang main politik pemuda sampah saat ini, mereka dengan gagahnya membual dan percaya diri untuk mampu memperkaya diri secara pribadi melalui pesta demokrasi. Dan pemahaman dan kesadaran seperti ini bukan hanya merambat di golongan mahasiswa saja, melainkan merembet ke golongan terdidik lainnya seperti akademiksi pascamegister. Bagi pemuda sampah ini beranggapan bahwa ajang demokrasi bukan untuk membenahi, tetapi meraup pundi-pundi kekayaan melalui kandidat yang mereka usung, seolah olah kandidat mereka usung tersebut tidak mengetahui niat para pemuda sampah itu.

Ingat, para kandidat juga tidak selamanya mudah ditipu oleh tim pemenangan mereka. Di situlah kekurangan akal para pemuda sampah ini yang tidak mampu berpolitik secara jernih bersama kandidatnya.

Dalam kontek ini dapat ditarik benang merah bahwa betapa maraknya keberadaan pemuda di sekitar kita hari iniu. Regenerasi pemuda sampah tersebut mesti dapat dicegah melalui gerakan kolektif anti pemuda sampah, baik melalui kelompok kecil maupun melalui diskursus publik yang mencerahkan. Hal ini jangan dipandang sebelah mata, saat generasi sampah seperti ini terus bermunculan di negeri ini dan mendapat legitimasi kekuasaan, maka dapat dibayangkan betapa bobroknya kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan.

Pos terkait