Sejak fokus mengelola Sekolah Kita Menulis (SKM) yang saat ini telah mencapai lima belas cabang dan tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, ada berbagai hal yang menantang dalam misi memperkuat literasi generasi bangsa kekinian, terutama dari sektor tulis-menulis, penerbitan hingga perbukuan.
Faktanya memang Indonesia kini masih minim literasi dengan ditandai minat baca warga negara Indonesia masih rendah, belum lagi tingkat minat baca mahasiswa dan siswa. Kondisi per-literasi-an yang masih buruk dialami bangsa ini kemudian tidak bisa dibiarkan begitu saja seiring perkembangan zaman menuntut kita mesti berposisi sejajar dengan kreatifitas produksi para pemodal digital hari ini.
Di saat fenomena maraknya toko buku mengalami gulung tikar sebagai akibat rendahnya minat publik dalam membaca. Ditambah lagi dengan beralihnya media cetak ke media online juga dipengaruhi oleh tidak berbanding lurusnya antara biaya operasional cetak dengan minat baca publik hari ini. Lantas kondisi sedemikian bagaimana posisi penulis?
Keberadaan penulis pada satu sisi tidak terganggu dengan disrupsi industri percetakan yang disinggung di atas, sebab penulis dapat beradaptasi dengan perkembangan industri. Penulis dapat dianggap sebagai kreator atau subjek produksi konten literasi yang dapat memuat dari berbagai sektor isu dan aspirasi. Pilihan jalan garap atau tujuan penulis tidak dapat dibatasi seiring banyaknya kebutuhan pasar untuk para penulis. Tentu penulis yang dimaksud dalam hal ini adalah penulis senior, demikianlah kelaziman sosial menyebutnya.
Memang benar bahwa untuk menjadi penulis senior membutuhkan jam terbang yang tinggi, mulai dari sisi konsistensi, keuletan, komitmen hingga mental yang kuat dalam mengasah keterampilan tulis menulisnya. Sehingga penulis tidak tersungkur di bawah garis kemiskinan hingga mempengaruhi produktivitasnya sebagai penulis. Dalam konteks inilah ramai yang beranggapan bawah untuk menjadi penulis mesti bermental baja. Tidak lapuk karena hujan, tidak lekang karena waktu.
Terlepas bagaimana latar belakang dan proses yang dilalui oleh para penulis kelas dunia maupun nasional dalam mencapai puncak karirnya. Sejatinya proses menulis bukan saja bicara profesi, jauh dari itu proses tulis menulis merupakan pembentukan kapasitas diri dalam merespons tantangan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Hal sedemikian setiap penulis mesti mampu meningkatkan kapasitasnya secara terus-menerus. Dalam proses keberlanjutan ini tanpa disadari penulis mampu melewati tantangan tahap demi tahap hingga mencapai puncak karirnya sebagai penulis yang mentereng.
Lantas bagaimana posisi generasi muda yang mulai menggeluti dunia tulis-menulis hari ini? Tentu semuanya butuh proses yang mesti dilaluinya. Sikap optimis dan semangat yang bersungguh-sungguh adalah kunci utama untuk melatih mentalitas penulis yang tangguh, tidak tumbang karena godaan yang membuat para penulis pemula tidak lagi menulis dengan alasan sejuta alasan. Daya juang untuk terus meningkatkan pengetahuan, kecakapan menganalisis hingga kreatif dalam meneropong perkembangan permintaan pasar literasi sangat mempengaruhi seorang penulis pemula dalam melihat akan jadi apa dirinya di masa depan.
Kalkulasi apa lebih dan kurangnya saat menggeluti dunia tulis-menulis akan terus mematangkan diri dalam menumbuh karir di bidang penulis. Hal ini tentu berlalu umum pada semua genre yang digeluti penulis, baik dari sektor sastra, jurnalistik, influenser, esayis, marketing dan seterusnya. Dalam kajian ini pula sejatinya penulis pemula tidak boleh terlalu dangkal dalam memahami dunia tulis-menulis. Sebab mata rantai aktivitas penulis tidak lepas dari bagaimana sosok penulis tersebut mampu membuat daya tarik setinggi-tinggi di hadapan publik.
Untuk menjadi penulis tidak dapat hanya mengedepankan kemampuan penulis saja, beberapa kemampuan lainnya seperti leadership, negosiasi, adabtasi, komunikasi dan seterusnya membuat penulis semakin matang. Semakin kompleks kapasitas yang digeluti oleh seorang penulis, maka dapat dipastikan akan semakin hebat pula karya-karya tulisnya. Dalam dunia tulis-menulis memang tidak ada yang instan, dan tidak ada pula paksaan, semuanya mesti didahului sebagai ruang pengembangan diri secara bertahap seiring terus mempublikasi karya tulisnya.
Atas dasar khazanah tulis-menulis yang disampaikan di atas, para penulis pemula di tanah air mesti terus diperkuat, baik secara kebudayaan, organisasi/lembaga vokasi maupun secara personal yang menancapkan keinginan yang kuat untuk menjadi penulis yang berpengaruh. Sebab menjadi seorang penulis bukan sekadar profesi dan bukan pula sebatas hobi, ia dapat mengisi ruang manapun yang terus diincar khalayak. Oleh karena itu jangan heran ada penulis sekaligus ia penguasa. Ada penulis sekaligus ia konglomerat. Ada penulis sekaligus ia pembisnis. Ada penulis sekaligus ia ulama. Demikian seterusnya.
Akhirnya, jalan untuk terus memperkuat penulis pemula untuk terus menjadi penulis yang kemudian dapat menjadi pemicu produktifitas dan pencerahan bagi publik di tanah air tidak boleh berhenti, melambat dan menyusut. Dalam agenda besar dan visioner inilah SKM yang mulai tersebsar di beberapa pulau di Indonesia saat ini memiliki keyakinan yang kuat untuk terus mengarungi lautan badai dalam mendorong dan memperkuat keberadaan penulis pemula di seluruh pelosok negeri Nusantara.