Membaca sejatinya adalah pintu jendela dunia, tetapi kebanyakan pemuda saat ini kurang mencermati arti dari kalimat tersebut, rata-rata pemuda sering terbengkalai dengan waktu dan menghabiskan untuk hal yang tidak penting dan merugikan diri sendiri, dilihat dari sisi kegiatannya kebanyakan pemuda hanya mengahabiskan waktu untuk game, nongkrong sampai larut malam dan membicarakan hal yang hanya omong kosong belaka.
Dilihat dari mutu pemuda yang ada di Aceh Tenggara, sejatinya banyak yang berbobot, tetapi masalahnya faktor lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama kemalasan para pemuda sehingga minat baca di Aceh Tenggara juga jauh merosot. Tetapi masalahnya bukan hanya di pemuda saja, para oknum dinas juga sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak sempat untuk membaca, walaupun koran hampir tiap hari masuk ke meja para oknum di dinas, dan ketika ada pelatihan juga yang disuruh anggota yang menggantikan. Ketika pemimpinnya saja tidak minat membaca, lantas bagaimana dengan pemuda yang ada di Aceh Tenggara ini?
Sejatinya kita sebagai pemuda harus menyadari bahwa literasi harus berhubungan dan didukung oleh masyarakat dan pemerintah agar menciptakan pemuda yang cerdas yang nantinya berguna untuk kemajuan Aceh Tenggara, didahului dari minat membaca semua ilmu dapat diperoleh, sehingga bisa digunakan untuk kemajuan dimasa yang akan mendatang.
Faktor utama para pemuda malas membaca adalah menganggap itu bukan trend untuk dilakukan, dilihat dari segi pemuda jaman sekarang hanya kebanyakan ikut trend yang sedang viral dan langsung dilakukan mengikut dengan yang lainnya, padahal jika para pemuda menciptakan membaca sebagai trend pasti budaya literasi akan memingkat dan pengetahuan para pemuda akan lebih maju. Tetapi sejatinya itu adalah angan-angan belaka, sulit untuk menciptakan pemuda untuk giat membaca karena mereka menganggap itu hal sepele, dan jika sudah bisa saja membaca itu suda cukup, tanpa mengetahui membaca bisa lebih dari itu.
Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan minat baca yang ada di Aceh Tenggara saat ini, seperti membentuk komunitas baca yang bertujuan untuk mengumpulkan pemuda pemudi yang minat membaca sehingga bisa menjadi penghubung agar teman yang lain juga minat untuk membaca, lalu menghidupkan diskusi di dalam kampus yang bertujuan agar mahasiswa lebih mampu mengunggapkan gagasan dan pikirannya.
Upaya untuk mendongkrak program minat baca, pemerintah dapat melakukan berbagai hal, misalnya seperti mengadakan program bagi-bagi buku berkualitas kekinian, penerbitan buku gratis yang dilakukan pemerintah Aceh Tenggara, megadakan sayembara menulis antar sekolah maupun antar kampus, sehingga membuat minat membaca akan lebih meningkat dan membuat taman menulis di sekitar perpustakaan daerah agar membaca tidak hanya didalam ruangan, tetapi bisa di sekitar perpustakaan itu juga.
Dalam hal ini, Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh Tenggara juga lebih pro aktif dalam mendorong minat baca, bukan sekadar di wilayah kota saja, tetapi harus merambat hingga pelosok desa. Dan dapat juga menginovasikan perpustakaan keliling atau mengadakan perlombaan terkait membaca di tempat yang disinggahi sebagai upaya mengapresiasi terhadap yang mengikuti, sehingga para yang ikut jadi ramai membaca di perpustakaan keliling tersebut.
Dari sisi duta literasi sejatinya bukan hanya perihal perlombaan pemilihan menjadi duta, tetapi juga harus ditargetkan semua generasi muda di Aceh Tenggara sebagai duta literasi kolektif. Sebab membaca harus dijadikan kesadaran bersama, tidak berhenti di ajang seremonial perlombaan. Dalam mengukur gemar atau tidaknya generasi muda Aceh Tenggara dalam membaca, kita bisa melihatnya dari beberapa indikator, di antaranya adalah generasi muda suka membeli dan mengoleksi buku, pemuda suka menulis, mahasiswa yang aktif berdikusi dan seterusnya.
Hal ini menjadi refleksi bersama untuk para pemuda Aceh Tenggara agar lebih menumbuhkan kesadaran dan kecakapan dalam membaca. Tanpa menuju ke arah sana, sungguh sulit kiranya Aceh Tenggara dalam memetik bonus demografi. Dalam konteks ini pula dibutuhkan gerakan pemuda yang memang menciptakan gaya tarik sesama generasi muda untuk saling mendukung kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan minat baca generasi muda Aceh Tenggara. Percaya atau tidak, masa depan Aceh Tenggara akan suram tanpa kepedulian generasi mudanya terhadap hal baca membaca. Bukankah ajaran Isalam pernah menanamkan betapa pentingnya dalam membaca? Lantas mengapa kita abai tentang itu?