Seiring berkembangnya zaman, banyaknya kebudayaan yang ada didaerah tertentu perlahan di telan oleh tingginya teknologi yang semakin merajalela. Banyak dari masyarakat sudah tidak menggunakan adat-istiadat yang mereka miliki dan menggantikan nya dengan kebudayaan yang menurut mereka mudah untuk dijalani, dan banyak lagi yang mennganggap adat-istiadat itu adalah hal yang sangat kuno untuk dilakukan pada era modern ini. Padahal jika kita bisa menghubungkan adat-istiadat itu sendiri di kehidupan kita sehari hari pasti adat-istiadat yang kita miliki tidak terancam punah seperti yang kita rasakan saat ini.
Permasalahan yang terjadi bisa langsung dilihat di dalam tatanan berbahasa di dalam masyarakat, di kehidupan sehari hari di Kutacane lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama di lingkungan bermasyarakat, sedangkan bahasa alas sebagai bahasa adat yang patut dilestarikan jarang digunakan dalam berkomunikasi sehari hari sehingga salah satu kepunahan dalam berbahasa sangat amat cepat terjadi, faktor lain yang menjadi penyebab kepunahan budaya alas adalah masuknya budaya luar yang mengakibatkan perubahan cara hidup dalam bermasyarakat itu sendiri sehingga budaya yang memang ada didalam adat-istiadat kita lebih mudah tergantikan.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya di dalam budaya alas banyak hal yang bisa kita lestarikan dan kita kembangkan agar budaya kita tetap hidup akan tetapi faktor dalam lingkungan juga sangat berperan dalam pelestarian budaya seperti orang tua yang tetap menggunakan bahasa alas untuk berkomunikasi kepada anaknya agar anaknya masi paham akan budaya yang ada di daerahnya.
Tetapi faktanya orangtua kebanyakan membiarkan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tanpa memperdulikan si anak paham atau tidak tentang bahasa alas. Memang bukan sekaraang permasalahan itu akan terjadi, tetapi di beberapa tahun kedepan pasti anak anak yang tidak mampu berbahasa alas juga tidak akan mampu menurunkan budaya itu ke generasi selanjutnya, lantas bagaimana? budaya akan punah dengan sendirinya mengikuti zaman yang makin berkembang dengan pesat.
Namun bukan itu saja, budaya alas yang sudah mulai tampak dan jarang ditemukan di lingkungan kita juga masi banyak ragamnya, kebudayaan itu sudah mulai jarang dilakukan seperti tangis dilo, genggong, oloi-olio, landok alun yang mungkin kita sendiri juga tidak tau bagaimana pelaksaan dalam budaya adat-istiadat tersebut.
Jika hal itu juga masi dibiarkan mungkin adat budaya yang lain juga akan mengalami hal yang sama nantinya dan masi banyak lagi budaya serta adat yang kita tidak tau asal usulnya seperti cerita cerita rakyat yang banyak berkembang di kalangan masyarakat tapi tidak dibuktikan dengan artefak ataupun buku yang memang menjelaskan tentang budaya-budaya tersebut.
Seharusnya dinas-dinas terkait masalah kebudayaan lebih aktif lagi dalam perihal melestarikan adat yang ada di Aceh Tenggara ini agar di masa mendatang setidaknya kita masi bisa membaca buku atau melihat artefak kebudaayan asli alas yang ada di Aceh Tenggara walaupun kita tidak sempat unruk melihat adat budaya itu secara langsung, setidaknya kita sudah tau melalui buku yang kita baca, tapi sepertinya sampai sekarang belum ada yang menerbitkan buku khusus tentang budaya budaya yang ada di tanoh alas metuah ini.
Tentunya kita juga sebagai pemuda pemudi Aceh Tenggara jangan sampai budaya dan adat-istiadat yang masi ada tidak dilestarikan dengan sebaik baiknya, agar anak cucu kita nantinya masi bisa melihat adat budaya yang amat sangat berharga di suku alas, peranan pemuda dan didukung oleh tokoh-tokoh adat di Aceh Tenggara untuk melestarikan budaya, seperti mengadakan acara yang mengedukasi anak anak muda milenial untuk terus melestarikan budaya dan menjaga warisan budaya yang dimiliki sehingga pelestarian dan pemulihan budaya bisa terjaga.
Seperti acara yang sedang berlangsung sekarang adalah Duta Wisata Aceh Tenggara, yang bertujuan memilih belagakh bujang yang nantinya bisa lebih mengenalkan budaya dan adat istiadat yang ada di tanoh alas metuah ini, dan ada juga kegiatan Agara Mencari Bakat yang diselenggarakan untuk mencari anak muda berbakat dalam menyanyi lagu alas yang semoga juga bertujuan meningkatkan minat belagakh bujang Aceh Tenggara untuk mencintai adat istiadat melalui lagu.
Semuanya bisa dicapai jika kita sadar akan budaya dan adat-istiadat yang ada di tanoh alas metuah.
Jika bukan kita yang menjaga, siapa lagi?